Clik here to view.

KONFRONTASI - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan, bagi perusahaan khususnya badan usaha milik negara (BUMN) yang masih enggan melakukan penghitungan kembali (revaluasi) aset rugi. Bahkan, dia menyebut perusahaan pelat merah tersebut bodoh jika tak lakukan revaluasi.
Sebab, dengan melakukan revaluasi, aset perusahaan akan semakin besar. Terlebih, perusahaan negara banyak sekali memiliki aset historis dalam jumlah yang besar.
"Jika mereka enggak lakukan (revaluasi aset), apa ya, bodohlah kalau istilah sederhananya. Karena aset mereka banyak sekali, aset hostoris, seperti dikatakan Menkeu tadi Bulog, PT KAI, Peruri," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Menurut Rizal, aset yang mereka miliki saat ini masih dengan harga saat pembelian 10 hingga 20 tahun lalu. Jika revaluasi dilakukan saat ini, maka aset perusahaan akan meningkat berkali-kali lipat.
"Bisa ada yang enam kali, delapan kali, modalnya juga akan besar sehingga kapasitasnya untuk menarik modal kredit atau bond untuk kebangkitan ekonomi Indonesia menjadi lebih besar," jelasnya.
Rizal mengatakan, tawaran ini juga besar manfaatnya untuk perusahaan swasta. Mereka akan rugi jika tidak melakukan revaluasi. Terlebih, pemerintah juga memberikan insentif menarik berupa diskon tarif pajak penghasilan (PPh) bervariasi.
"Walapun swasta cukup sering melakukan revaluasi aset tapi dengan adanya paket insentif maka swasta modalnya juga akan lebih bagus. Yang tadinya ada masalah karena macam-macam penurunan penjualan akibat dari rupiah yang anjlok itu modalnya akan lebih bagus," tandasnya.
Ada greget yang beda pada paket kebijakan ekonomi jilid lima yang dirilis pemerintah pada 19 Oktober silam. Tanpa bermaksud menafikan berbagai insentif pada paket-paket kebijakan ekonomi sebelumnya, tawaran relaksasi perpajakan bagi perusahaan yang melakukan revaluasi aset benar-benar ‘nendang’. Betapa tidak, ketentuan perpajakan yang selama ini menjadi sandungan serius revaluasi aset, pada paket kelima ini diamputasi dengan signifikan.
Pada aturan sebelumnya, bila perusahaan merevaluasi asetnya, maka dikenai pajak selisih aset paska revaluasi 10%. Misalnya, sebelum revaluasi aset PT XYZ adalah Rp1 triliun. Setelah revaluasi, nialinya naik menjadi Rp2 triliun. Konsekwensinya, perusahaan wajib membayar pajak sebesar 10% dari selisihnya. Artinya, 10% dari Rp1 triliun adalah Rp100 milyar. Nah, setoran 10% inilah yang sering jadi penyebab maju-mundurnya perusahaan melakukan revaluasi aset.
Nah, batu sandungan pajak inilah yang kini kena pangkas. Berdasarkan kebijakan baru, besarnya relaksasi berlaku sesuai dengan waktu dilakukannya revaluasi. Buat perusahaan yang merevaluasi asetnya di semester II 2015¸kena tarif 3%. Bila dilakukan di semester I 2016 pajaknya 4%. Nah, jika dilakukan pada semester II 2016, pajaknya sebesar 6%. Setelah periode itu kembali ke tarif normal.
(Juft/Sindo)