
KONFRONTASI- Para inteligensia dan peneliti membaca sinyal kuat Kapolri dan Jokowi melindungi Ahok dari jerat hukum, malah Polri menangkapi aktivis HMI dan mengintai Buni Yani. Jokowi juga sudah meminta mereka (para demonstran) yang memecah belah bangsa harus ditindak. Semua itu dibaca ummat Islam sebagai ketidakadilanl dan ketidakjujuran, juga tidak bermartabat, bahkan zalim. Mustinya Jokowi meminta Polri tangkap Ahok karena memecah belah ummat dan masyarakat, membenturkan Islam dan negara. Pernyataan Presiden dan Kapolri itu di mata ummat jelas bernada sangat kolonial kepada rakyatnya sendiri yang berdemo menolak penistaan agama. ''Harusnya Ahok yang ditangkap Polri karena memecah belah Islam dan negara, memecah belah ummat menuju ketegangan horisontal,'' kata analis dan peneliti independen Ir Abdulrachim. Bahwa Ahok menistakan agama dan melecehkan Islam bisa disimak dari pandangan Dr. Nasaruddin, M.Ed* dari UIN Sunan Ampel Surabaya di bawah ini.
Siang ini Dr. Nasaruddin, M.Ed* dari UIN Sunan Ampel Surabaya ditelpon Neno Warisman, dari GNPF-MUI, minta komentar sebagai ahli bahasa Arab tentang pernyataan Ahok. Dan berikut statement yang Nasaruddin berikan:
Dalam pandangan saya, statement Ahok tentang surat al-Maidah: 51 tersebut sangat merendahkan Al-Qur’an, Agama Islam, dan kaum Muslimin.
Pertama, Ia merendahkan al-Qur’an karena al-Qur’an yang merupakan kitab suci dan pedoman hidup ummat Islam itu dianggap sebagai kebohongan dan alat untuk membohongi. Surat al-Maidah ayat 51 yang merupakan tuntunan al-Qur’an dalam memilih pemimpin dianggap sebagai kebohongan dan dipakai untuk membohongi. Sebab, membohongi itu selalu menggunakan kebohongan. Tidak mungkin membohongi dengan kebenaran. Maka ketika Ahok mengatakan “dibohongin pake surat al-Maidah 51” itu berarti bahwa bagi dia surat al-Maidah ayat 51 itu tersebut adalah kebohongan dan menggunakannya untuk menganjurkan orang untuk tidak memilih pemimpin non muslim adalah pembohongan.
Kedua, Ia merendahkan agama Islam karena tradisi saling menasihati dan menganjurkan untuk kembali kepada al-Qur’an dalam mengambil sebuah keputusan (dalam hal ini memilih pemimpin) dianggap sebagai proses pembohongan. Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah dalam segala urusan adalah inti ajaran Islam. Menganjurkan memilih pemimpin berdasarkan kriteria al-Qur’an adalah implementasi ajaran Islam. Tapi Ahok melihat ini sebagai proses pembohongan yang hanya bertujuan untuk menghalangi ummat Islam memilih pemimpin non-Muslim seperti dirinya.
Ketiga, Ia merendahkan ummat Islam karena ia menganggap mereka menjadi subyek dan obyek dari proses pembohongan tersebut. Tidak ada yang mengajak memilih pemimpin atas kriteria al-Qur’an kecuali ia seorang muslim yang ingin mengamalkan ajaran Islam. Dan yang ia ajak pasti saudaranya sesama muslim, karena hal ini adalah kewajiban sesama muslim untuk saling menasihati kepada kebenaran. Tapi Ahok melihat mereka bukan sebagai saudara sesama muslim yang sedang saling menasihati kepada ajaran al-Qur’an. Ia justru menganggap mereka sebagai orang yang sedang menggunakan al-Qur’an untuk membohongi satu sama lain.[beritaislam]
Wallahu A’lam
Sementara secara terpisah sebelumnya Ketua DPR Ade Komaruddin (Akom) mengatakan, Ahok jelas tidak bisa menjaga kedamaian jelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. Sebab, pernyataan Ahok jelas-jelas bermuatan SARA yang menyinggung umat Islam.
Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyinggung Alquran surat Al Maidah ayat 51 dinilai berpotensi memecah belah Indonesia.
"(Ahok) dia seharusnya punya kewajiban menjaga pluralisme dan bukan sebaliknya memainkan isu SARA hanya untuk persoalan kecil seperti pilkada," kata Akom, di sela-sela pressgathering DPR,di Bali, Jumat (7/10).
Untuk itu, politikus Partai Golkar ini meminta agar Ahok tidak memancing kekisruhan dalam perhelatan pesta demokrasi lima tahunan di Ibukota Jakarta.
"Masak gara-gara pilkada saja Indonesia dipecah belah? Ini kan acara rutin lima tahunan, tapi kalau Indonesia pecah siapa yang bisa perbaiki?" tegas Akom menyesalkan.
Kata Akom, jangan sampai karena ambisi kekuasaan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai Pancasila yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
"Tolong jagalah apa-apa yang sudah benar, jangan dirusak hanya karena ambisi menang dalam pilkada," tandasnya.