
JAKARTA-Rencana perombakan Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo tak kunjung diumumkan. Padahal, berbagai pertemuan telah digelar presiden baik dengan para ketua umum partai maupun dengan para menteri serta sejumlah tokoh. Ombak politik menjadi penyebab molornya eksekusi.
Perombakan Kabinet Kerja hingga kini masih menjadi misteri. Padahal, prakondisi perombakan kabinet ini telah berlangsung lama. Setidaknya, terkait dengan sejumlah pertemuan Presiden dengan sejumlah ketua umum partai politik pendukung pemerintah.
Termasuk, pertemuan empat mata antara Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda segera diumukan perombakan kabinet tersebut.
Di tengah ketidakpastian kapan pengumuman perombakan kabinet, sejumlah rumor komposisi kabinet hasil reshfulle bermunculan liar di publik melalui viral secara bebas. Tentu tidak jelas siapa pembuat viral tersebut, termasuk motifnya.
Bila dibandingkan dengan situasi jelang pengumuman perombakan kabinet pada Agustus tahun lalu, situasi saat ini berbeda 180 derajat. Setidaknya, perombakan kabinet pada Agustus tahun lalu itu tidak ada kesan keragu-raguan pada diri Presiden Jokowi dalam merombak kabinet.
Bisa saja penyebabnya saat itu tidak banyak pos yang mengalami perubahan komposisi yakni Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Sekretaris Kabinet termasuk Kepala Staf Presiden (KSP).
Secara normatif, molornya pengumuman peormbakan kabinet kali ini tentu tidak bisa dipisahkan dengan perubahan komposisi partai pendukung pemerintah dengan masuknya PAN dan Partai Golkar. Dukungan dua partai ini tentu akan mengubah komposisi kabinet kerja bila dimaknai dukungan tersebut berbuah kursi menteri di kabinet. Konsekwensinya, tarik menarik antarpartai pendukung tak bisa dielakkan.
Belum lagi soal figur menteri yang selama ini dinilai kerap menimbulkan polemik di publik. Sebut saja seperti Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said, dan menteri-menteri dari kalangan partai politik yang inkompeten
Situasi saat ini tentu tidak bagus bagi pemerintahan Jokowi. Ketidakpastian tentang perombakan kabinet secara langsung atau tidak langsung bakal memengaruhi kinerja para menteri.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan Presiden Jokowi agar mendengar masukan dari ketua umum partai pendukung, khususnya Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Masukan dan pandangan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mutlak harus menjadi pertimbangan Presiden Jokowi dalam penyyusunan dan reshuflle kabinet. Karena PDIP adalah partai penentu dan pendukung utama terpilihnya Jokowi menjadi Presidne," ujar Yusril.
Menurut Yusril, mendengar pandangan ketua umum partai, khususnya Ketua Umum PDIP cukup penting bagi Presiden Jokowi untuk mempercepat penyelesaian reshuffle agar tidak tertunda-tunda lagi dan demi solidnya kabinet.
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Rahmat Bagja menilai, wajar jika reshuffle kabinet hingga saat ini belum dilakukan Presiden Jokowi.
Selain masih mempertimbangakn para calon dan rotasi kursi Menteri, juga berhubungan dengan tarik menarik kepentingan politik.
"Ya ada tarik menarik antara JK dan Jokowi," kata Bagja kepada INILAHCOM, Rabu (13/4/2016).
Isu reshuffle telah bergulir sejak PAN menyatakan dukungan ke pemerintah. Namun hingga kini reshuffle tak kunjung dilakukan, bahkan setelah Golkar juga menyatakan dukungan ke pemerintah.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sendiri mengakui bahwa dirinya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) belum sepakat mengenai reshuffle kabinet.
"Sampai saat ini kami bicara terus (soal reshuffle). Hanya sampai saat ini belum (sepakat)," kata Jokowi, Senin (11/4/2016) lalu.