
JAKARTA-Sepanjang 2015, kinerja DPR khususnya dalam proses penyusunan anggaran dinilai buruk. Lantaran lebih kental politik transaksional ketimbang optimalisasi anggaran.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengatakan, politik transaksional dalam penyusunan anggaran di DPR, sulit untuk di bantah.
"Dikhawatirkan, kondisi ini akan terus berjalan hingga masa periode 2014-2019 berakhir jika tidak ada perubahan positif yang signifikan di DPR," kata Yenny di Jakarta, Sabtu (9/1/2016).
Selanjutnya Yenny menyebut sejumlah proyek aneh di DPR yang dibiayai APBN 2016. Semisal proyek pembangunan gedung DPR, alun-alun demokrasi, klinik dan masih banyak lagi.
"Padahal, belum ada dokumen perencanaan resmi dari arsitek, kementrian PUPR. Ataupun belum ada Amdal dan Ijin dari Pemprov DKI Jakarta, tapi sudah dimasukkan dalam anggaran," papar Yenny.
Kata Yenny, fungsi DPR sebagai lembaga legislasi menjadi sulit produktif. Target legislasi yang ditetapkan tiap tahun, jarang sekali tercapai. Demikian pula fungsi pengawasan dalam penyusunan maupun pengawasan anggaran, tidak bisa maksimal.
Terpisah, dalam kritiknya kepada DPR, Prof Mochtar Pabottingi dari LIPI menekankan bahwa: Kita menuntut Dewan berhenti mengorak aneka laku nistanya: menyalahgunakan kekuasaan, melakukan studi banding rampok dana publik ke luar negeri, membela serta menyelamatkan para koruptor dan pengemplang pajak lewat legislasi, memanfaatkan ketiga wewenang utamanya untuk melakukan ekstorsi dan pemerasan intra maupun ekstra pemerintahan (sehingga rangkaian kebocoran masif dana publik bisa atau sudah terjadi bahkan jauh mendahului penetapan APBN), serta "menjor-jorkan" jatah anggarannya dengan jatah anggaran eksekutif (dan bukannya mengidentifikasikan diri dengan rakyat sebagaimana mestinya). Di atas semuanya, kita menuntut parlemen memenuhi tugas utamanya untuk menyusun UU demi kemaslahatan publik dan kemajuan bangsa, bukan demi mempergendut diri dengan harta dan kuasa haram, juga bukan untuk kepentingan para pemodal besar, apalagi kepentingan pihak asing. Jika Dewan tetap memilih berkubang dalam kegelapan dan terus bekerja sebagai kutukan bagi bangsa kita, tak ada jalan lain bagi seluruh komponen bangsa kita selebihnya selain mengerahkan segenap potensi akal-budi politik dan hukum untuk mengusir kegelapan dan menghapus kerja kutukan itu. '' Kita harus percaya bahwa tak ada impasse bagi kebajikan publik dan tak ada kata habis bagi kreativitas politik,'' ungkapnya tegas.