Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Konglomerat, Kekayaan Melimpah dan Nasib Rakyat yang Malang

$
0
0

KONFRONTASI-Nasib apes menimpa 6 orang terkaya Indonesia di saat kondisi perlambatan ekonomi dengan total harta kekayaan tergerus sekitar Rp 124,5 triliun. Orang terkaya yang harus menelan pil pahit ini rata-rata berbisnis sumber daya alam.Apabila pada medio 2014 total kekayaan miliarder global mencapai US$262,4 triliun, maka pada pertangahan tahun ini tinggal US$250 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, susutnya harta orang-orang terkaya di Republik ini tidak terlepas dari kelesuan industri pertambangan dan komoditas lain karena terimbas dari anjloknya harga komoditas sumber daya alam.

"Miliarder kita kan banyak urusannya dengan pertambangan. Kalau pertambangan natural resources harganya turun, ya berdampak ke harta mereka," tegas Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Saat ditanyakan mengenai pengaruh penerimaan pajak dari merosotnya harta miliarder asal Indonesia, Darmin masih bungkam. Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menaksir kekurangan atau shortfall penerimaan pajak di tahun depan mencapai Rp 160 triliun dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,25 triliun.

Mengutip dari Forbes, untuk perusahaan orang-orang terkaya Indonesia yang berorientasi ekspor akan sangat merasakan perlambatan ekonomi ini.

Belum lagi harga-harga komoditas yang anjlok bersamaan dengan niilai tukar rupiah terhadap dolar membuat kekayaan orang-orang terkaya dunia tersebut turun 9 persen atau sekitar US$ 9 miliar atau setara Rp 124,5 triliun.

Satu dari efek dramatis dari penurunan ini memukul 6 dari orang terkaya dunia, dari 28 miliarder di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Edwin Soeryadjaya dan Sukanto Tanoto, sebagai orang terkaya Indonesia yang bisnisnya bergantung pada komoditas.

Soeryadjaya memiliki 60 persen saham Saratoga Investama Sedaya yang bergerak di sektor batu bara, minyak dan gas serta minyak sawit.

Sementara Sukanto Tanoto adalah Bos Asian Agri, yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit. Harga yang rendah menopang penurunan kekayaan Tanoto.

Di tahun ini, hanya ada 10 orang terkaya Indonesia yang kekayaannya naik. Mereka yang kekayaannya turun kehilangan rata-rata US$ 370 juta, dan kekayaan mereka turun rata-rata 19 persen.

Miliarder lainnya adalah Sjamsul Nursalim dan Ning King. Penurunan kekayaan yang dialami oleh Sjamsul sebagian besar karena jatuhnya saham perusahaan ritelnya yaitu Mitra Adi Perkasa.

Sementara itu, ada dua orang kaya baru. Mereka adalah raja properti Osbert Lyman dan pengusaha tekstil Iwan Lukminto. Ada juga yang kembali masuk ke dalam daftar 50 orang terkaya dunia, yaitu Soetjipto Nagaria, yang masuk lagi menjadi orang terkaya dunia berkat saham perusahaan propertinya yang melonjak yaitu Summarecon

Nilai aset konglomerat dunia berdasarkan perhitungan Credit Suisse tergerus sebesar US$12,4 triliun atau 4,7 persen sejak pertengahan 2014 hingga paruh 2015.

Apabila pada medio 2014 total kekayaan miliarder global mencapai US$262,4 triliun, maka pada pertangahan tahun ini tinggal US$250 triliun. Menguatnya dolar Amerika terhadap mayoritas mata uang negara-negara di dunia menjadi penyebab utama menyusutnya kekayaan orang-orang paling kaya di dunia.

Hal itu merupakan hasil kajian Credit Suisse Research Institute, yang dituangkan dalam rilis Global Wealth Report 2015, Senin (7/12).

Namun, jika mengacu pada nilai tukar konstan, secara nominal  kekayaan rumah tangga global meningkat 5,1 persen atau sekitar US$13 triliun.

Berdasarkan letak geografis, kawasan Amerika Utara dan Eropa masih menjadi penyerap terbesar kekayan global, yakni sekitar 61 persen. Berdasarkan negara, Amerika Serikat, China, dan Jepang adalah tiga negara dengan aset kekayaan terbesar secara global, yakni masing-masing sebesar US$ 85,9 triliun, US$ 22,8 triliun, dan US$ 19,8 triliun.

Credit Suisse menunjuk CEO Asia Pasifik, Helman Sitohang, sebagai orang Indonesia pertama yang masuk dalam dewan eksekutif perusahaan setelah dilakukan peninjauan terhadap perusahaan secara global.

Penunjukan Helman dilakukan seiring rencana bank tersebut mengalokasikan lebih banyak modal dan sumber daya ke wilayah Asia Pasifik untuk menggandakan pendapatan pada akhir 2018. Helman bekerja untuk Credit Suisse sejak 1998 dan saat ini merupakan orang Indonesia dengan jabatan tertinggi dalam perusahaan tersebut.

Credit Suisse mencatatkan kinerja cemerlang di Asia Pasifik. Pendapatan Credit Suisse di wilayah tersebut naik 17 persen menjadi 3 miliar franc Swiss dan pendapatan sebelum pajak naik 48 persen menjadi 1,1 miliar franc Swiss, dalam sembilan bulan pertama di 2015.

Helman mengatakan, Credit Suisse Asia Pasifik telah mencatat pendapatan sebelum pajak yang tinggi di tiga kuartal pertama tahun ini. Asia Pasifik menyumbangkan 15 persen dari total pendapatan Credit Suisse dan 28 persen dari pendapatan sebelum pajak.

“Credit Suisse Asia Pasifik saat ini menargetkan untuk menggandakan pendapatan sebelum pajak dan dana kelolaan di kawasan ini pada akhir 2018,” jelasnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (24/10).

Lebih lanjut, Credit Suisse saat ini mengelola aset sebesar 133 miliar franc Swiss dan dalam tiga kuartal pertama berhasil mengumpulkan 14,7 milliar franc Swiss aset baru, yang mewakili sebesar 55 persen total bersih aset baru Private Banking dari bank tersebut.

Helman menyatakan pihaknya melakukan investasi besar di Asia Pasifik, baik dalam bentuk sumber daya maupun modal. Fokus kami adalah untuk menjadi mitra bagi klien High Net Worth Individual, pengusaha dan institusi agar dapat mendukung ambisi pertumbuhan mereka.

“Kami berencana untuk lebih mengembangkan pasar-pasar utama, memanfaatkan kekuatan kami di Asia Tenggara dan membangun franchise China, sambil mempertahankan budaya kepatuhan dan kontrol yang konsisten,” jelasnya.

Menurut laporan Family Business Model 2015 oleh Credit Suisse Research Institute, 57 persen dari kekayaan baru di Asia Pasifik didorong oleh para pengusaha generasi pertama dan kepemilikan keluarga atas perusahaan-perusahaan yang tercatat di berbagai bursa di kawasan ini diperkirakan akan meningkat seiring meningkatnya kekayaan.

“Seiring meningkatnya kekayaan dan berkembangnya pasar keuangan di Asia Pasifik, kami melihat kesempatan besar untuk membantu klien kami memanfaatkan pertumbuhan ini,” ujar Helman. (Fik/Gdn)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles