
KONFRONTASI - Di lingkar kekuasaan, sejak zaman kerajaan kuno hingga praktek demokrasi di era modern, selalu saja ada pihak-pihak yang memecahbelah. Tujuannya juga selalu sama; mempertahankan kuasa atau melanggengkan sektor eknomi yang selama ini sudah digenggamnya.
"Maka dalam babak-babak sejarah di bagian manapun, sosok pemecahbelah selalu tercatat. Dan biasanya, pemecahbelah lahir atau muncul dari irisan salah satu pihak yang diadudomba. Maka kita kenal misalnya Sengkuni atau Dorna," kata Direktur Eksekutif Segitiga Institute, Muhammad Sukron, seperti dilansir Rakyat Merdeka, (Rabu, 9/9).
Sukron menilai, di era pemerintahan Jokowi-JK ini juga ada sosok yang mulai terlihat jelas mau memecahbelah pemerintahan. Sosok itu misalnya Sofjan Wanandi, yang mau membenturkan Jokowi dengan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, dengan mengatakan bahwa gebrakan Rizal yang mau mengevaluasi proyek listrik 35.000 Megawatt itu bertentanga dengan policy presiden.
"Ada maka retoris di balik ucapan Sofjan. Seakan-akan Rizal mau melawan Jokowi, dan publik digiring untuk lebih memilih percaya Jokowi ketimbang Rizal. Padahal gebrakan Rizal adalah manifestasi kebijakan Jokowi itu sendiri, yang mau memenuhi janji kampanye untuk mensejahterakan rakyat, bukan terus memanjakan pengusaha kelas atas," tegas Sukron, yang juga mantan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Sukron pun menilai, manuver Sofjan ini membahayakan JK, yang selama ini dikenal sebagai teman dekat dan koleganya. Bila dibiarkan maka publik akan menilai pandangan Sofjan adalah pandangan JK, yang merupakan pandangan dari sisi pengusaha yang selalu mementingkan urusan bisnis yang jauh dari prinsip-prinsip keadilan.
"Maka kali ini, JK harus waspada dan mulai menjaga jarak dengan Sofjan, bila tak mau pakaiannya ikut terlihat kotor. Sebab sebenarnya, Jokowi dan JK tak ada masalah," demikian Sukron. (Juft/Rmol)