Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Kebobrokan Menteri Rini Menciprat ke Muka Jokowi. Copot!

$
0
0

KONFRONTASI- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, sekarang ini terus jadi sorotan publik terkait sikapnya yang dianggap kontroversi dan pro-asing, neoliberal, namun tak becus bekerja sehingga BUMN nyaris oleng semua jatuh ke tangan oligarki, taipan dan kekuatan asing. Kebodohan Rini menciprat ke muka Jokowi.

Menurut Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati, kinerja Rini selama ini amburadul, sangat tak jelas akan membawa kemana BUMN. Kebijakannya malah jauh dari semangat nawacita. ''Memang kinerja Rini bobrok,'' ujarnya kepada pers.

Sekedar ilustrasi, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai, pembentukan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak diperlukan jika semua perusahaan pelat merah dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi rakyat. Pasalnya, kebanyakan BUMN hanya bertujuan untuk bersaing dengan rakyat, dalam hal ini swasta.

"Jadi intinya sebetulnya kalau yang diinginkan oleh teman-teman itu kan holding BUMN dibuat agar mereka tidak diganggu lagi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jadi ingin lebih leluasa. Kalau BUMN itu bagus enggak perlu dikhawatirkan untuk diganggu, yang tidak bagus diganggu," ungkap Faisal, Senin (23/1).

Ia juga mencontohkan, BUMN saat ini terlihat bersaing dengan masyarakat umum. Misalnya saja, melalui PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan yang dinilai menyaingi swasta yang juga bergerak dalam bidang perkebunan. Sehingga, perusahaan swasta tidak dapat bergerak maju secara signifikan. Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan penyebab masalah kepemimpinan di PT Pertamina (Persero). Masalah pergantian pimpinan yang dibuat kementerian berujung pada pencopotan Dwi Soetjipto dari Direktur Utama Pertamina.

Anggapan ini mengacu pada pembicaraannya dengan Dwi Soetjipto. Menjelang akhir tahun lalu Faisal sempat bertemu dan berbincang dengan Dwi Soetjipto. Pertemuan ini dilakukan sembari makan malam bersama Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof. Mukhtasor.

Dalam kesempatan tersebut Faisal mengungkapkan kepada Dwi, bahwa dirinya merasa tidak ada yang mendukungnya dalam menyuarakan persoalan migas nasional. Termasuk mengenai pemberantasan mafia migas dan pembentukan induk usaha (holding) perusahaan migas.

Bahkan, kata Faisal, Dwi sempat memperlihatkan salah satu pesan singkat (SMS) dari telepon genggamnya. Isi SMS ini menunjukkan sikap “arogansi” salah satu direksi. Untuk diketahui, pertemuan ini dilakukan setelah perubahan struktur organisasi Pertamina yang menambahkan posisi Wakil Direktur Utama dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Oktober 2016.

Awalnya yang Dwi ketahui, usulan perubahan struktur organisasi disampaikan oleh dewan komisaris kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Makanya Dwi pun menanyakan konsep struktur baru ini kepada Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng.

Dewan Komisaris mengusulkan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno untuk mengubah struktur dan penambahan anggota direksi PT Pertamina (Persero). Usulan itu sejalan dengan semakin kompleks dan mengguritanya bisnis Pertamina, yang ditandai oleh sejumlah megaproyek pengembangan berskala nasional di sektor pengolahan dan petrokimia.

Dalam surat Dewan Komisaris Pertamina bertanggal 8 Agustus 2016 kepada Menteri BUMN, yang salinannya dimiliki Katadata, perihal "Usulan Perubahan Struktur dan Penambahan Anggota Direksi Pertamina". Surat ini diteken oleh Komisaris Utama Tanri Abeng, Wakil Komisaris Utama Edwin Hidayat Abdullah, dan komisaris lainnya yaitu Sahala Lumban Gaol, Suahasil Nazara dan Widhyawan Prawiraatmadja.

Namun, Tanri malah mengatakan dirinya hanya tinggal menandatangani konsep struktur organisasi yang baru tersebut. Tanri mengaku konsep ini telah disiapkan oleh Kementerian BUMN. Ketika Tanri menyampaikan konsep yang sudah ditandatanganinya kembali ke Kementerian BUMN, Dwi sedang berada di luar negeri.

Kepada Faisal, Dwi juga sempat menjelaskan ada keganjilan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Pertamina yang baru. Salah satunya mengenai kewenangan dalam menunjuk pemegang komando tertinggi Pertamina. Jika Direktur Utama dan Walik Direktur Utama

Adapun perubahan struktur di jajaran Dewan Direksi Pertamina itu meliputi penambahan dua direksi, yaitu posisi Wakil Direktur Utama- Hilir dan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia. Wakil Direktur Utama akan bertindak selaku Chief Operating Officer (COO) pada sektor hilir dan energi baru dan terbarukan.

Posisi ini sekaligus memimpin dan mengkoordinasikan Direktur Marketing dan Retail, Direktur Pengolahan dan Senior Vice President EBT. Selain itu, bertanggung jawab secara keseluruhan atas kinerja operasional dan finansial pada sektor hilir, seluruh kilang eksisting dan pemanfaatan EBT.

Wakil direktur utama ini turut bertanggung jawab memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakan dan keputusan direksi dalam kegiatan usaha hilir dan EBT dengan mempertimbangkan aspek risikonya. Termasuk mengelola dan mengoptimalkan upaya-upaya operasi hilir secara terintegrasi.

Kewenangannya juga mencakup mengkoordinasikan kebijakan atau strategi bisnis anak-anak perusahaan yang berada di bawah lingkup hilir dan EBT dengan Direktur Marketing & Retail, Direktur Pengolahan, dan SVP EBT.

Sementara itu, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia memiliki sembilan tugas dan kewenangan. Intinya, direktur baru tersebut memimpin dan mengarahkan kegiatan megaproyek pengembangan berskala nasional di sektor pengolahan dan petrokimia.

Megaproyek ini mengacu kepada Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016, seperti kilang minyak Tuban, Bontang dan beberapa proyek peningkatan kapasitas kilang lainnya.

TERCATAT

Tahun lalu,  sekedar ilustrasi, tercatat sejak pelantikan Rini Soemarno ini, sudah empat masalah yang dilontarkan mantan ketua tim transisi yang mengundang reaksi, bahkan kritikan, hingga kecaman dari berbagai kalangan. Termasuk netizen di media sosial.

Adapun sikap dan pernyataan Rini tersebut antara lain, beberapa waktu lalu telah melayangkan surat meminta penundaan pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR. Rini beralasan saat itu masih dua kubu di DPR sehingga tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

Kemudian Rini berniat ingin menjual gedung kementerian yang terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan No.13, Jakarta Pusat. Ini lantaran gedung 22 lantai bekas kantor Garuda Indonesia tersebut terlalu besar bagi karyawan BUMN yang hanya berjumlah sekitar 250 orang.

Terlepas dari munculnya banyak kritikan, dan sampai membuat anggota dewan berang, dua hal di atas sebenarnya masih dapat diterima. Bagaimanapun Pelaksanaan RDP saat itu dalam keadaan yang dianggap masih ‘gawat darurat’, bisa jadi hanya akan menimbulkan permasalahan baru yang justru akan semakin menambah meruncingnya pertentangan. Begitu juga niat untuk menjual gedung kementerian dengan tujuan semata-mata untuk efisiensi anggaran, merupakan langkah yang tepat jika memang program pro rakyat dianggap lebih utama.

Hanya saja sikap dan pernyataan yang terahir ini sepertinya sulit untuk ditolerir lagi. Beredarnya kabar yang diunggah seseorang lewat media sosial, terkait Menteri Rini yang melarang karyawan perempuan yang beragama Islam  di kementerian BUMN untuk tidak menggunakan hijab/jilbab panjang, bisa dianggap suatu bentuk penistaan terhadap suatu agama, dan juga terhadap hak dan kebebasan individu dalam mengekspresikan dirinya. Bahkan bisa pula dipandang bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan warga negara dalam beragama.

Tak kalah kontrovesinya dengan pelarangan tersebut, adalah sikap Rini yang membuka lebar pintu perusahaan negara untuk warga negara asing. Orang asing (WNA) diperbolehkan menjadi bos, petinggi perusahaan BUMN jika berhasil lolos dalam proses seleksi. Dia berdalih, pemilihan direksi BUMN harus melihat persaingan global. Apalagi, lanjut dia, Indonesia bakal menghadapi pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

Meskipun memang dalam bisnis profit merupakan tujuan utama, tapi dalam hal ini Rini sudah melupakan satu hal yang lebih utama lagi. Tujuan utama pemerintah mendirikan BUMN adalah untuk menambah pemasukan ke dalam kas negara, dan kas negara tujuannya untuk menjadikan kehidupan rakyat Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa agar sejahtera. Lalu dari 250 juta jiwa rakyat Indonesia, apa tidak ada satu orang pun yang bisa mengelola BUMN agar lebih maju lagi.

Sepertinya pernyataan Fadli Zon kali ini, terkait pernyataan Rini tersebut patut untuk diamini. Rini memang sepertinya sudah melecehkan kemampuan bangsanya sendiri. Sehingga jika perlu, jiwa nasionalis menteri BUMN yang satu ini patut untuk ditinjau ulang kembali.  Apalgi julukan antek neolib sudah kadung melekat pada sosok menteri yang akrab dengan ketua umum PDIP ,Megawati ini.

Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi-JK  pun mestinya bersikap cermat dan hati-hati. Jangan sampai karena sikap seorang pembantunya yang jauh berbeda dengan pembantu yang satunya lagi, yakni Susi Pujiastuti, justru malah akan menuai nasib sial di suatu hari nanti.*** (Adjat Sudradjat/KCM)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles