
KONFRONTASI-Masyarakat jelas-jelas galau dan risau dengan kehadiran pekerja asing asal Cina (Tiongkok). Apalagi dikabarkan, jumlahnya puluhan juta, masuknya bak maling alias ilegal.
Terkait dengan informasi yang bikin heboh publik ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sibuk. Kali ini bukannya sibuk blusukan, keliling pasar atau proyek infrastruktur, seperti yang lazim dia kerjakan. Namun super sibuk melakukan bantahan.
Dia katakan, informasi yang menyebut jumlah pekerja asal Cina berjumlah 10 juta bahkan 20 juta orang, sangatlah tidak benar. Pernyataan itu bahkan layak masuk kategori fitnah, sehingga tak layak dipercaya.
"Saya ingin ingatkan sekali lagi, jangan ada yang percaya dengan sebaran fitnah, dengan tenaga kerja dan investasi yang dibilang sebagai ancaman, kebanjiran tenaga kerja, perlu saya sampaikan tidak," kata Presiden Jokowi.
Presiden asal Solo ini menambahkan, saat ini, informasi beredar bahwa jumlah tenaga kerja asing dari Cina mencapai 10 juta bahkan 20 juta orang. Jelas, ini tidak masuk akal.
Alasan Jokowi, upah pekerja kasar atau rendahan di Indonesia, tergolong sangat murah. Rerata di kisaran Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta per bulan. Kalau jauh ketimbang di Negeri Tirai Bambu itu yang jumlahnya di atas Rp 5 juta.
Bantahan ini, memang bukan kali pertama bagi Presiden Joko Widodo. Namun, publik sudah terlanjur percaya bahwa pekerja asing asal Cina memang mendominasi.
Sepanjang 2016 ini, warga Cina yang masuk ke Indonesia adalah yang tertinggi ketimbang negara lain. Dan, Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie mengakui hal itu. Berdasarkan datanya, lebih dari satu juta warga Cina sudah masuk ke Indonesia dengan berbagai motif atau keperluan.
Ada yang berkunjung hanya ingin plesiran sehabis penat membanting tulang di negaranya. Namun, adapula yang datang ke Indonesia untuk mencari peruntungan alias mengais rejeki.
Saat ini, Cina adalah negara yang memiliki jumlah penduduk sebesar di dunia. Jumlahnya mencapai 1,4 miliar jiwa. Di mana, sekitar 1 miliar rakyatnya itu, berada di bawah garis kemuskinan. Dan, sebanyak 400 juta warga Cina, kini berstatus pengangguran.
Artinya, situasi perekonomian di Cina benar-benar buruk. Kalau negeri itu gemah ripah, tentu jumlah rakyat miskin-nya tidak akan 71,1%. Demikian pula angka penganggurannya juga bisa dipersempit.
Jadi, bisa saja warga Cina yang tergolong miskin dan pengangguran itu, terpaksa merantau ke negeri orang. Dan, bukan tak mungkin mereka berbondong-bondong ke Indonesia.
Banyak alasan kenapa mereka memilih Indonesia sebagai negara tujuan merantau. Lantaran, Indonesia gencar melakukan pembangungan, khususnya sektor infrastruktur. Situasi perekonomian Indonesia juga lumayan baik. Dan, banyak saudara mereka yang bermukim di Indonesia.
Kalau soal warga Cina yang masuk ke Indonesia, Ronny menyebut, Cina adalah terbanyak dengan jumlah 1.329.857 orang. Angka itu bermakna 15,60% dari total warga asing yang masuk ke Indonesia selama 2016. Angka ini tercatat sampai 18 Desember 2016," kata Ronny.
Ketika Presiden Joko Widodo mencoba menenangkan masyarakat atas isu banjir pekerja Cina ke Indonesia, kelihatannya kurang efektif. Keresahan masyarakat semakin meluas dengan adanya kabar bahwa warga Cina masuk ke Indonesia, kebanyakan lewat jalur ilegal. Ya, tak ubahnya maling saja.
Diduga, banyak pekerja asal Cina yang bekerja di pabrik semen dan pertambangan yang investornya berasal dari Cina jjuga. Itulah sebabnya, kalangan DPR meminta kebijakan bebas visa untuk Cina dievaluasi, dikoreksi atau bahkan dicabut saja.
Kesimpang-siuran data pekerja asal Cina di Indonesia, semakin membuat publik bingung. Termasuk munculnya tuntutan dari DPR agar Presiden Jokowi membatasi masuknya warga Cina ke Indonesia. Ini ada apa? Data mana yang benar?
Anggota Komisi IX bidang ketenagakerjaan DPR, M Iqbal menilai, ada beberapa faktor pemicu derasnya pekerja asal Cina menyerbu Indonesia. Di mana, salah satu pemantiknya adalah kebijakan bebas visa. "Termasuk bebas visa dari negara Cina atau Tiongkok," kata Iqbal.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP itu menambahkan, kebijakan bebas visa tersebut seolah-olah menjadi jalan tol bagi pekerja ilegal asal Cina masuk Indonesia. Wajarlah bila DPR mendesak pemerintah mengevaluasi dan mencabut kebijakan bebas visa untuk Cina.
Masalah yang cukup krusial pula, pelanggaran yang dilakukan pekerja asing dari Cina (RRC), terjadi di sejumlah daerah. Mulai di Jawa Timur, Banten, Sultra, dan wilayah lainnya. Dan, eskalasinya terus meningkat. Wakil Gubernur Jawa Timur Saefulah Yusuf bahkan menyebut adanya peningkatan kasus TKA asal Cina di 2016 naik menjadi 200 kasus.
Dalam hal ini, memang ada dua pandangan yang berbeda. Pertama, mereka yang menyetujui banjirnya pekerja asal Cina ke Indonesia, sebagai konsekuensi globalisasi, serta kebijakan bebas visa. Kedua, mereka yang resah dan cemas dengan serbuan pekerja Cina.
Kemudian, jumlah pekerja Indonesia yang mengadu peruntungan di luar neegeri memang besar. Sebanyak 300 ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) bekerja di Taiwan. Atau 250 ribu bekerja di Hongkong. Dan, lebih dari 100.000 TKI bekerja di Malaysia.
Namun, keberadaan TKI itu, tidak menjadi ancaman bagi warga lokal. Berbeda dengan Indonesia, di mana maryarakat 'terganggu' dengan kehadiran pekerja asal Cina itu.
Tentu saja, keresahan ini harus ditangkap secara arif dan cerdas oleh pemerintahan Jokowi. Kalau tidak, keresahan sosial ini bisa berbuah negatif. Yang, tentunya kita semua tidak menginginkannya.
Di sisi lain, perlu dicermati pernyataan Rhenald Kasali, Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Bahwa, banyak pihak terkekeh membaca berita yang disebarluaskan haters melalui grup-grup WA (Whatsapp) bahwa pemerintah tidak perform, membiarkan sepuluh ribuan buruh dari Cina masuk ke negeri ini.
Namun, Rhenald mengaku tak gusar dengan serangan tenaga kerja itu. Hanya saja, pandangan Rhenald bukanlah kebenaran final dan obyektif, terbuka bagi kritik dan koreksi.
Seharusnya, sebelum isu arus tenaga kerja asal Cina ini kian meluap dan menjadi keresahan sosial, pemerintah, parlemen dan civil society segera melakukan dialog dan rembuk bersama guna mencari solusi terbaiknya. Termasuk mengkaji opsi pencabutan bebas visa untuk Cina.
Dialog ini penting guna membangun soliditas, sikap bersama dan social trust, agar masyarakat dan negara, tidak makin kusut dan karut marut dengan isu banjir pekerja Cina yang bisa merusak atau melumpuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa bernegara. [ipe/inilahcom]