
KONFRONTASI- Amandemen UUD 1945 justru menjauhkan upaya mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945 karena ditunggangi oleh kepentingan lain dan dibajak kekuatan modal, sehingga demokrasi berwajah kriminal-transaksional. Sejak amandemen, kita mengalami kembali bentuk-bentuk Kolonialisme lama yang dulu diperangi founding fathers kita, dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, politik, dan budaya. Oleh sebab itu umat Islam dan golongan nasionalis dihimbau agar aksi 2 Desember menjadi aksi bersama kembali ke UUD45 asli, dengan adendum masa jabatan presiden dua periode dan memasukkan Mahkamah Konstitusi di dalamnya. Aksi 2 Desember akan bersejarah kalau mengajak rakyat dan negara kembali ke UUD45 Asli itu.
Kini justru kelompok Neoliberal dan Neokolonialisme beserta fundamentalisme pasar yang ditunggangi kepentingan asing telah memanfaatkan UUD 1945 hasil amandemen. Hal itu pula yang sebenarnya sudah dicurigai sejak amandemen pertama UUD 1945 dilakukan.
“Pasca-reformasi dan seiring dengan menguatnya angin liberalisme, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen. Banyak yang berubah sehingga UUD 1945 sudah deformatif, tidak otentik lagi dan tidak asli lagi,” ucap Letjen Purn Suharto, mantan Danjen Marinir. Pandangan serupa disampaikan oleh cendekiawan Muslim Dr Yudi Latif, inteligensia Paramadina Herdi Sahrasad, tokoh senior Suko Sudarso, politisi Edwin H Soekawati, Lily Wahid, dan mantan KaBAIS Marsekal Madya (Purn) Ian Santoso.
Awalnya semangat untuk mengamandemen UUD 1945 hanyalah pada pasal tentang masa jabatan presiden. Namun, ada kelompok yang mengaku reformis ternyata meluaskan amandemen. Yang bermasalah semula cuma soal masa jabatan presiden, tetapi kenapa Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan diobrak-abrik juga.
Kedaulatan dan kemandirian bangsa hanya bisa ditegakkan dengan kembali ke Pancasila dan UUD 1945. UUD amandemen saat ini sudah rusak dan deformatif, tidak bernilai fundamental dan UUD45 menjadi tak asli lagi karena mengalami empat kali amandemen dan tersusupi agenda-agenda liberalisme. ''Maka aksi ribuan umat Islam 2 Des. nanti harus diarahkan kembali ke UUD45 asli, agar aksi umat Islam itu bernilai dan bermakna bagi keselamatan NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan integrasi nasional ke depan,'' ujar Yudi. ''Umat Islam jangan mau kecolongan terus dengan amandemen UUD45 yang deformatif, kebablasan dan diobrak-abrik sehingga Indonesia oleng, integrasi nasional melemah dan memburuk, sedangkan dominasi modal kian mencengkeram ekonomi-politik Indonesia, memarginalisasi ekonomi rakyat yang sudah terpuruk,'' kata Herdi, peneliti dan akademisi Paramadina..
Dalam kaitan aksi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 , umat Islam dihimbau kembali ke UUD45 asli demi integrasi umat Islam dan kaum nasionalis menyelamatkan NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan demokrasi konstitusional sesuai cita-cita Proklamasi, bukan sekedar demokrasi liberal-prosedural -kriminal yang dibajak pemodal/tirani kapital.
‘’Semua itu terjadi karena pembajakan demokrasi oleh kekuatan kapital/modal, akibat amandemen yang deformatif, kebablasan dan tidak visioner, yang melenyapkan musyawarah-mufakat, menyingkirkan utusan daerah, utusan golongan, memandulkan/mematikan MPR dan menghapuskan Dewan Pertimbangan Agung dari seluruh elemen bangsa Sabang-Merauke, yang membuat umat Islam terpecah belah dan golongan nasionalis makin retak berkepingan dan di antara elemen-lemen bangsa makin saling curiga, tidak sejuk lagi,’’ kata pengamat politik yang juga mantan aktivis Islam ITB, Muslim Arbi.
''Kami mohon Prabowo, ekonom senior dan tokoh nasional Rizal Ramli serta Panglima TNI G Nurmanyo membawa umat Islam dan golongan nasionalis kembali ke UUD45 asli sebagaimana yang sudah diartikulasikan cendekiawan Yudi Latif, inteligensia Herdi Sahrasad dan para senior di GMNI, HMI, dan sebagainya,'' kata Nehemia Lawalata, tokoh Alumni GMNI dan Muslim Arbi secara terpisah.
Terkait isu Ahok, Aktivis dan pemikir tajam sekaligus Pendiri Pancasila Rumah Kita, Yudi Latif Menilai ada langkah yang bisa dilakukan Presiden Jokowi agar tidak terjadi gejolak dan tercipta suasana damai terkait kasus Ahok yang sudah jadi tersangka Apa itu?
Menurut Yudi, Jokowi harus bisa memastikan bahwa aparat negara berdiri menegakkan keadilan dan kepastian hukum supaya orang tidak menempuh jalan anarki. Semua pihak harus tunduk pada hukum yang berlaku.
"Karena sebenarnya kalau kita mau lakukan introspeksi diri, ini kan anasir-anasir kekerasan dan tindak kekerasan di ruang publik itu juga sebenarnya ada tali-temali dengan campur tangan dan ketidaktegasan unsur-unsur tertentu dari negara dalam mengantisipasi segala bentuk ketidakadilan dan kekerasan. Kalau ini dibiarkan kan terus membesar," ungkapYudi dalam perbincangan pekan ini.(berbagai sumber/kf)