
KONFRONTASI- Kubu Ahok terus mencermati isu korupsi yang melanda Ahok terkait reklamasi yang menimbulkan persepsi publik bahwa korupsi mewarnai reklamasi.. Anggota Komisi III DPR Daeng Muhammad mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengungkap mega korupsi di balik proyek Reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret Ahok alias BAsuki Tjahaya Purnama, sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode M Syarief beberapa waktu lalu.
"KPK harus berani mengungkap tuntas grand design korupsi, jangan hanya kasus korupsi yang kecil," kata Daeng dalam Sidang Uji Terbuka Skandal Reklamasi '' di Jakarta pekan lalu.Kasus kontribusi tambahan pada proyek reklamasi Teluk Jakarta, sarat bau korupsi. Indikasi korupsi Ahok itu sudah mudah dibaca dengan pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang terus menyoroti kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Para analis melihat, Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang bersuara lantang, vokal dan mampu membelah umat Islam dengan sumber dana para taipan dan sumber daya lainnya, kini jadi cemooh publik karena isu korupsi reklamasi, belum lagi kasus Sumber Waras yang kontroversial itu.Bahwa dana “off budget” yang dilakukan pemda DKI/Ahok adalah melanggar hukum.
Daeng juga menyoroti persoalan sosial yang menjadi dampak proyek reklamasi. Menurutnya, Reklamasi Teluk Jakarta tidak menguntungkan rakyat kecil yang sudah turun temurun menghuni kawasan Pantai Utara Jakarta.
Mahalnya harga tanah di pulau hasil reklamasi yang dipatok pengembang lanjut politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu, menunjukkan reklamasi diperuntukkan bagi golongan kaya.
"Fungsi negara memberikan perlindungan dan kemakmuran semua orang, jangan sampai permasalahan proyek reklamasi ini menjadi catatan buruk bagi sejarah Indonesia," tandas Daeng.
“Yang saya soroti, kontribusi tambahan itu seharusnya tidak digunakan begitu saja, mesti masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dulu,” ungkap Agus kepada Tempo.co baru-baru ini. Karena tak masuk APBD, maka itu jelas korupsi. Dan Jokowi didesak civil society dari berbagai kalangan agar tak lindungi Ahok soal bau sangit korupsi Reklamasi yang heboh itu. Sudah banyak bukti, selain perbuatan ahok sendiri, keterangan dari Suny Tanuwijaya bahwa Ahok dan Aguan bertemu setiap bulan, juga indikasi adanya KKN itu.
Sugianto Kusuma alias Aguan mengaku perusahaan milikinya sudah memberikan Rp220 miliar kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebagai kewajiban karena menjadi pengembang mereklamasi.
"Saya dengar pemerintah zaman Pak Ahok minta kontribusi tambahan, untuk PT KNI (Kapuk Naga Indah), ini tidak ada masalah karena kami sendiri sudah ada PKS (Perjanjian Kerja Sama) sendiri," kata Aguan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Agus bahkan mengaku tidak melihat adanya situasi force majeure atau overmacht ketika Ahok harus menggunakan diskresi untuk kontribusi tambahan 15 persen bagi pengembang reklamasi. “Jadi, kenapa mesti ada diskresi mengenai kompensasi yang tidak masuk APBD?” lontar Agus.
Dan meski seandainya diskresi yang ditempuh itu tidak menguntungkan Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta, namun di mata KPK hal itu menguntungkan orang lain. Itu artinya bau sangit korupsi karena menguntungkan orang lain.
Dan tentang benar-tidaknya kompensasi seperti itu, Agus mengaku bahwa, sepanjang pengetahuannya off budget di luar APBN dan APBD itu sangat dilarang sebab melanggar hukum, suatu indikasi adanya bau sangit korupsi.
Para aktivis dan intelektual serta ulama mendesak Jokowi jangan lindungi Ahok terkait isu korupsi reklamasi. ‘’Kalau sampai Jokowi lindungi Ahok terkait dugaan korupsi reklamasi, maka Jokowi berkhianat dan hancur serta membusuk,'' kata analis ekonomi-politik Hatta Taliwang dari Soekarno-Hatta Institute. (k)