
JAKARTA- Gagal fiskal, Presiden Jokowi menghadapi aksi penggulingan politik di dalam negeri. Jokowi hadapi kesulitan ekonomi di dalam negeri, sementara ekonomi global juga melambat, membuat ekonomi kita cuma bisa menggeliat.
Sejak 2008, ekonomi global melambat dan sampai sekarang belum pulih. Pertumbuhan ekonomi kita biasanya 6 persen, namun sejak 2008 turun 5,6 persen, lalu turun lagi 5 persen, pada berikutnya sekitar 4,8 persen dan sekarang fiskal APBN terancam bangkrut. Ekonomi Jokowi bangkrut. Andalkan utang untuk bayar bunga utang, itu juga limbah dari SBY yang doyan ngutang. Artinya, Jokowi - SBY setali tiga uang, doyan ngutang.
Masalahnya, selama lebih 15 tahun terakhir, sudah bukan rahasia umum bila para orang kaya di Indonesia lebih gemar menyimpan dananya di luar negeri. sementara beban utang negara dan swasta sudah mencapai lebih dari Rp4000 trilyun. Payah dan berat sekali beban yang ditanggung era Jokowi.
Para analis memperkirakan, total dana orang kaya RI di luar negeri lebih dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp 11.400 triliun. Sangat besar sekali bukan?
Menurut Direktur Indef Enny Sri Hartati, ada dua faktor yang membuat ribuan triliun dana tersebut migrasi dari Indonesia ke luar negeri.
Pertama, lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Faktor kedua, kata Enny, migrasinya dana orang Indonesia disebabkan perbedaan kebijakan pajak antar-negara.
Sejumlah negara tidak sungkan memberikan tarif pajak korporasi, PPh, hingga PPn jauh rendah dibandingkan di Indonesia, bahkan ada yang nol persen.
Dalam konteks penegakan hukum, tranksaksi ke luar negeri di sini longgar sekali. Dan pengawasan yang longgar membuat penegakan hukum menjadi mandul. Akibatnya, pemerintah tidak mampu menangkap potensi pajak sebenarnya dari aktivitas ekonomi tersebut.
"Misalnya dokumen ekspor impor bisa berbeda dengan barang yang ada di dalam kontainer," ujar Enny. Dan praktik culas perdagangan luar negeri tersebut sudah jelas menyalahi aturan.
Para pengusaha hitam pun akhirnya memilih menempatkan hasil culasnya tersebut di luar negeri.
Para konglomerat akan berpikir berkali-kali lipat menempatkan hasil bisnis culasnya di dalam negeri.Sebab petugas pajak pasti akan mempertanyakan asal dana pengusaha hitam itu, yang jelas anti-nasionalisme dan hanya berpikir demi laba pribadi.tersebut.