
KONFRONTASI- Para taipan alias cukong sudah memutuskan mendukung Ahok atau RIsma untuk maju ke Pilgub DKI. Demokrasi liberal sudah dgulung tirani modal, maka PDIP dan Koalisi Besarnya, serta parpol lain nampaknya hanya menunggu keputusan para taipan atau cukong untuk membayari para cagubnya ke DKI-1. Sembilan taipan dikabarkan sudah mendukung Ahok atau Risma, selebihnya jaringan mereka yang juga pengusaha dan politisi, sudah bergerak untuk mengajukan Ahok atau Risma ke DKI-1. Inilah demokrasi jual beli, transaksional penuh sandiwara, paling banal dan gosong di negeri ini karena rakyat hanya tumbal dan obyek yang dikebiri. Demikian pandangan para aktivis dan analis politik kepada KONFRONTASI, kemarin.
Kehausan dan kerakusan kekuasaan telah mendorong para taipan, cukong dan politisi melakukan rekayasa secara halus dukung Ahok atau Risma, bahkan membayari gerakan relawan mendesak Risma maju ke Pilgub DKI , sementara di Surabaya tugasnya bekerja belum selesai.
Gerakan relawan yang mendesak Risma di Surabaya maupun Jakarta agar Risma maju ke pilgub DKI, tercium dimodali oleh tangan-tangan halus Para Cukong dan Taipan dengan berbagai tujuan dan sasaran tersembunyi. Pertama agar Risma meninggalkan Surabaya, dengan risiko kalah di Pilgub DKI. Kedua, Saefullah Yusuf, Wagub Jatim, tidak ada saingan untuk maju ke Pilgub Jatim kalau Risma sudah meninggalkan Surabaya. Ketiga, menjegal pengajuan Rizal Ramli sebagai cagub DKI dari PDIP. Keempat, memotong para kader unggulan PDIP di Surabaya dan Jatim agar parpol lain bisa ambil alih basis politik Banteng itu dengan perginya RIsma dari Surabaya.
Demikian pandangan para analis politik dan peneliti dalam dialog dengan Konfrontasi, kemarin. Berbicara dalam forum itu Frans Aba PhD aktivis senior Persatuan ALumni GMNI, M Muntasir - akitivis LSM lulusan Fisipol UGM dan Darmawan Sinayangsah, Direktur Freedom Foundation dan alumnus Fisip UI.. Akibatnya , kata para analis itu, demokrasi kita hanya melahirkan para pemimpin karbitan yang hanya membawa mudharat, bukan manfaat, bagi rakyat. Lihatlah proses pengkaderan di Malaysia dan Amerika Serikat yang menempuh proses panjang dan berkualitas, bukan sembarangan seperti di Indonesia. Belajar dari kasus Jokowi, misalnya, ekonomi Indonesia makin merosot, galau dan tidak bermutu. Ini bukan soal menang kalah, namun soal kemungkinan kehancuran bangsa Indonesia, dimana jurang golongan kaya dan miskin makin tajam dan mengerikan.
''Gerakan relawan yang mendesak Risma ke Jakarta, baik di Surabaya maupun di Jakarta, diduga dibiayai para cukong atau taipan melalui tangan-tangan halusnya untuk mencapai beberapa tujuan dan sasaran sekaligus seperti terurai di atas. Risma bukan lawan tanding Ahok, jadi Risma bakal keok,'' kata M Muntasir alumnus Fisipol UGM dan peneliti The New Indonesia Foundation
Relawan yang Desak Risma Maju ke Pilgub DKI maupun relawan di Surabaya yang dorong Risma ke Jakarta, bukanlah gerakan murni, itu rekayasa dan ditunggangi kepentingan ekonomi-politik tertentu. Para taipan dan cukong juga bermain melalui jejaring mereka. ''Semua kotor, demi kerakusan dan kehausan kekuasaan,'' kata Frans.
''Saya prihatin kalau RIsma kalah melawan Ahok akibat rekayasan politik karbitan ini, sebab Risma bakal keluar dari Surabaya, dan Jatim bakal direngkuh kubu lain bukan dari PDIP. Risma diharapkan bisa pimpin Jatim setelah selesai bertugas di Surabaya sebagai walikota. Namun kalau didesak maju ke DKI dan kalah di Pilgub nanti, Risma hancur, PDIP hancur, akibat rekayasa politik karbitan tersebut,'' kata Darmawan.
PDIP, katanya, bisa ajukan tokoh dengan risiko terkecil yakni Rizal Ramli, sementara Risma biar tetap di Surbaya. '' Kalau Rizal maju, Ahok bisa kalah, dan kalau pun Rizal tidak berhasil karena takdir Allah SWT, misalnya, risikonya terkecil bagi PDIP. Namun saya yakin Rizal Ramli menang melawan Ahok yang arogan itu, '' katanya. .(j)