Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Sentil PDI Perjuagan, Ahok Tak Sudi Jadi Petugas Partai

$
0
0

KONFRONTASI - Istilah "petugas partai" muncul ke permukaan saat Megawati mengangkat Jokowi sebagai capres, Mei 2014. "Pak Jokowi, sampeyan tak jadikan capres, tapi Anda adalah petugas partai yang harus menjalankan tugas partai," begitu kata Mega.

Sejak saat itu, Jokowi tak lepas dari embel-embel sebagai petugas partai, bahkan, tak jarang ada yang terkesan mengolok-oloknya. Tak ingin bernasib seperti sahabat karibnya itu, Ahok buru-buru mendeklarasikan diri. "Saya bukan petugas partai," begitu kira-kira penegasan sikap Ahok yang saat ini diusung 3 partai: Golkar, Nasdem dan Hanura untuk maju sebagai cagub DKI Jakarta.

"Pernah nggak dalam sejarah politik, partai mengatur saya?" ujar Ahok kepada wartawan di Balaikota, Jakarta, kemarin.

Jawaban Ahok itu terlontar saat ditanya siapkah dia menjadi petugas partai jika diusung oleh parpol dalam Pilgub. Padahal, sebelumnya tim pengumpul KTP yang dikomandoi Teman Ahok sudah mendapatkan satu juta fotokopi KTP sebagai syarat maju dalam Pilgub melalui jalur independen. Tapi, akhirnya Ahok memilih dukungan dari parpol.

Awal berkiprah, Ahok memang politisi parpol. Tercatat, sudah tiga partai dia loncati. Awalnya, Ahok menjabat Sekjen Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB). Namun, dia cekcok dengan salah satu petinggi partai dan memilih keluar. "Sampai terakhir kali saya jadi sekjen. Jadi sekjen gitu pada nggak bener, gue berhenti aja," kata Ahok. Saat bersama PIB, dia menjabat sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2006.

Keluar dari PIB, Ahok masuk ke Partai Golkar. Di beringin, Ahok sempat menjadi anggota Komisi II DPR periode 2009-2014. Namun, dia memilih mundur dari partai pada 2012 dan mencalonkan diri sebagai kontestas Pilkada Jakarta 2012, sebagai cawagub dari Partai Gerindra mendampingi Jokowi dari PDIP.

Begitu meraih kursi DKI-2, tepatnya 10 September 2014, Ahok mundur dari Partai Gerindra karena perbedaan pendapat soal RUU Pilkada terkait apakah pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD atau tetap pemilihan langsung. Gerindra mendukung RUU Pilkada dengan menghapus pemilihan langsung, sedangkan Ahok bertahan dengan pemilihan langsung oleh rakyat. "Apa masih kurang? Terus hari ini orang minta kalau saya mau ikut dicalonkan mesti masuk partai, saya bilang, 'nggak bisa'," tegas Ahok.

Saat ini, Ahok kembali berurusan dengan parpol di Pilgub DKI Jakarta 2017. Ahok menjadi kontestan pertama yang didukung tiga parpol. Bedanya, Ahok kali ini mendapat dukungan bukan sebagai kader partai, apalagi petugas partai.

Tidak hanya itu, Ahok juga seolah melakukan manuver politik dengan PDIP. Caranya, dengan menceritakan momentum keakrabannya dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Salah satunya, keakraban Ahok dengan Mega dalam mobil Volkswagen Caravelle pada 28 Juli lalu.

Peristiwa itu hingga kini masih menjadi tanda tanya, apakah Ahok jadi didukung PDIP atau tidak. Apalagi di dalam mobil juga ada Presiden Jokowi, mantan tandem Ahok di Jakarta yang juga kader PDIP. Apa yang dibicarakan dalam mobil itu? "Nanti aku kasih rekaman videonya. Mau tahu aja," canda Ahok.

Pengamat politik dari Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo menganggap wajar jika Ahok berkomentar tidak ingin menjadi petugas partai. Posisi Ahok saat ini sedang naik daun. "Tapi lain waktu siapa yang tahu," ujar Karyono kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Menurut dia, posisi Ahok sebagai pertahana Pilgub Jakarta memiliki posisi tawar tinggi. Mulai dari mendapat dukungan satu juta fotokopi KTP melalui Teman Ahok, hingga mendapat dukungan tiga parpol.

"Bisa saja Ahok tinggalkan tiga parpol jika PDIP mengusungnya. PDIP sendirian bisa kok usung calon. Tapi kuncinya masih di Bu Mega, mau nggak dukung Ahok," pungkasnya.  [***/RMOL]

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles