Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Panglima TNI Berharap Haris Azhar Bertanggung Jawab soal Freddy Budiman

$
0
0

KONFRONTASI- Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo menjelaskan bahwa pelaporan yang dibuat oleh TNI atas dugaan pencemaran nama baik terhadap koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar bukan dimaksudkan untuk mengkriminalisasi atau memenjarakan Haris.

 

Menurut Gatot, TNI justru berterima kasih kepada Haris karena telah memberikan informasi terkait keterlibatan oknum TNI berpangkat Mayor Jenderal dalam jaringan pengedar narkoba Freddy Budiman.

"Saya ucapkan terima kasih pada Saudara Haris Azhar atas informasi yang disampaikan bahwa ada keterlibatan oknum bintang dua TNI," ujar Gatot saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2016).

Gatot mengatakan, laporan dugaan pencemaran nama baik memang dibuat berdasarkan penuturan Haris. Namun, hal tersebut bertujuan untuk mendorong pihak Kepolisian RI (Polri) melakukan penyelidikan dan penyidikan atas informsi yang diberikan Haris.

Pihak TNI, kata Gatot, tentu akan kesulitan menelusuri bukti keterlibatan oknumnya melalui keterangan dari pengacara Freddy dan dalam pleidoi (nota pembelaan) di persidangan, sebagaimana yang telah dituturkan oleh Haris.

Bila tidak terbukti, tentu Haris harus mempertanggungjawabkan informasi tersebut dan publik mengetahui bahwa tidak ada perwira TNI yang terlibat.

"Diharapkan dengan laporan TNI, polisi bisa bekerja. Ada kejelasan apa benar ada keterangan tersebut dari pengacara dan pleidoi. Mudah-mudahan ada nama yang mencuat, saya mudah untul melakukan penyelidikan dan penyidikan," ucap Gatot.

Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukan Freddy.

(Baca: Kontras Ungkap "Curhat" Freddy Budiman soal Keterlibatan Oknum Polri dan BNN)

Freddy juga mengaku sempat mengantarkan narkoba dengan menggunakan fasilitas mobil dinas seorang jenderal TNI berbintang dua.

Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat Haris memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.

(Baca juga: Kronologi Pertemuan Haris Azhar dengan Freddy Budiman)

Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.

Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Karena itu, Freddy tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.  

Haris mengatakan, nama oknum TNI, Polri, dan BNN yang terlibat bisnis haram itu sebenarnya bisa dilacak melalui buku registrasi dan Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang di seluruh penjuru Lapas Nusakambangan.

 

Tahun 2014, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar bertemu terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman.

 

 

Menurut Haris, pertemuan itu tak disengaja. Melalui Suster Yani, Freddy meminta bertemu dengan Haris. Pertemuan berlangsung di Lapas Nusakambangan.

Haris mengungkapkan, selama dua jam pertemuan, Freddy bercerita panjang lebar soal bisnis narkoba yang dijalankannya.

Freddy mengungkap adanya oknum Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional yang turut "bermain" dalam bisnisnya.

Cerita yang disampaikan Freddy ini tak langsung disebarluaskan Haris. Ia menyimpan kisah ini dan menunggu momentum yang tepat, yaitu menjelang eksekusi mati.

Beberapa hari menjelang hari eksekusi, Haris mengaku menyampaikan cerita ini kepada Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Pribowo.

(Baca: Presiden Sudah Tahu Berita Curhatan Freddy Budiman kepada Haris Azhar)

Mengandalkan ingatan, Haris menuliskan kembali percakapannya dengan Freddy. Ia berharap, Johan bisa menyampaikan cerita ini kepada Presiden Joko Widodo.

Akan tetapi, hingga menjelang eksekusi, tak ada respons dari Istana.

Haris memutuskan menyebarluaskan Freddy melalui pesan berantai.

(Baca: Haris Mengaku Sampaikan Cerita Freddy kepada Johan Budi sebelum Sebarkan via Whatsapp)

Dijerat UU ITE

Haris tak menyangka keputusannya menyebarluaskan pesan itu membuatnya dilaporkan oleh tiga institusi atas tuduhan pencemaran nama baik.

Tiga institusi yang melaporkan Haris adalah TNI, Kepolisian RI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Laporan tersebut masuk pada Rabu (3/8/2016). Ia disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

(Baca: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Bareskrim Terkait Cerita Freddy Budiman)

Haris menyesalkan pelaporan itu. 

Menurut dia, banyak petunjuk dari cerita Freddy untuk mengungkap nama oknum yang terlibat dalam jaringan bisnis narkotika.

"Jadi, cerita itu sebenarnya sudah menjadi konsumsi internal di Lapas Nusakambangan. Kalau mau didalami lebih jauh oleh BNN, Kepolisian dan TNI pasti nama-nama oknum mereka yang terlibat bisa diungkap," ujar Haris.

Haris mendudukkan cerita Freddy itu sebagai petunjuk, bukan bukti.

Ia berharap, dari cerita itu, penegak hukum menelusurinya untuk menemukan bukti baru.

Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanya sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.

(Baca: Dilaporkan Polisi, TNI, dan BNN ke Polisi, Ini Tanggapan Haris Azhar)

Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.

Cerita Freddy diragukan

Polri menganggap pesan berantai yang disebar Haris merugikan institusi.

Polisi menganggap apa yang diungkapkan Freddy hanya untuk lolos dari jerat hukuman mati.

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menilai, informasi yang diungkapkan Haris tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Selain itu, kata Tito, informasi tersebut tidak didukung dari sumber lain yang bisa mengonfirmasi keterangan Freddy.

"Seharusnya Haris melakukan kroscek ke sumber lain yang bisa mendukung pernyataan Freddy sebelum menyampaikannya ke publik. Kalau benar-benar didukung sumber informasi yang lain, baru oke," ujar Tito.

(Baca: Budi Waseso: Haris Azhar Harus Bertanggung Jawab)

Tito menjelaskan, dari sudut pandang kepolisian, sebuah keterangan bisa dipercaya apabila berasal dari sumber yang bisa dipercaya dan mendapat dukungan dari sumber-sumber lain.

Sumber tersebut, kata dia, harus dikenal sebagai orang yang selalu konsisten, benar, dapat dipercaya, dan belum pernah salah dalam memberikan keterangan.

Oleh karena itu, Tito menilai informasi yang disampaikan Freddy kepada Harris sangat diragukan kebenarannya.

Menurut dia, Freddy sebagai sumber informasi yang belum tentu kredibel. Informasi Freddy yang disampaikan kepada Haris, kata Tito, masuk dalam kategori F6.

Artinya, sumber diragukan dan belum ada konfirmasi pendukung yang berasal dari sumber lain.

Sementara itu, TNI melaporkan Haris karena mempertimbangkan dua hal.

Pertama, ingin mendapatkan kepastian hukum terkait kesaksian yang dibeberkan Haris melalui penyelidikan dan penyidikan.

Dari keterangan yang disampaikan Haris, untuk mengamankan upaya penyelundupan tersebut, narkoba dibawa dengan menggunakan kendaraan TNI yang dimiliki jenderal bintang dua.

Kedua, TNI ingin memberikan pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat agar memahami hukum dan berhati-hati menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Slamet Pribadi mengatakan, pernyataan Haris yang dinilai bermuatan tindak pidana itu sangat merugikan kredibilitas sejumlah institusi negara, BNN salah satunya.

Laporan tersebut merupakan laporan atas nama institusi BNN, bukan orang per orang.

Slamet juga memastikan, laporan tersebut telah dikoordinasikan dan disetujui Kepala BNN Komjen (Pol) Budi Waseso. *KCM)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Latest Images

Trending Articles