KONFRONTASI- Pilihan tepat dari presiden soal kapolri baru nanti. Presiden Joko Widodo telah mengajukan nama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai calon tunggal kepala Polri kepada DPR.
Pengamat kepolisian, Adrianus Meliala, menilai, penunjukan Tito oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ialah karena mantan Kapolda Metro Jaya itu loyal kepada Jokowi.
"Mana ada sih Presiden yang mau melepaskan dua kaki terpenting seperti TNI dan Polri. Pasti dia cari orang yang loyal betul sama dia," kata Adrianus di Mapolda Metro Jaya, Rabu (15/6/2016).
Mantan Komisioner Kompolnas tersebut menambahkan, Tito dinilai loyal kepada Jokowi karena saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, ia bersinergi dengan loyalis Jokowi lainnya, yaitu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Nah, saya rasa, Tito sudah menunjukkan kepada beliau keloyalannya waktu dia menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Dia bersinergi dengan loyalis lainnya, yaitu Ahok," ucapnya.
Masih menurut Adrianus, Tito bisa dijadikan ikon dalam tubuh Polri jika dirinya resmi menjabat sebagai kepala Polri. Selama ini, perjalanan karier Tito bagus di lingkungan internal Polri.
"Ini bicara politik ya, dalam rangka menghadapi (Pilpres) 2019, Jokowi butuh sosok Tito yang mampu mengangkat Polri dan menjadi ikon yang bisa dijual," kata Adrianus.
Presiden Joko Widodo telah mengajukan Tito sebagai calon tunggal kepala Polri kepada DPR. Ketua DPR Ade Komarudin mengaku telah menerima surat dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Rabu pagi.
Setelah dibuka, kata Ade, isi surat itu terkait pergantian Kapolri. Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti akan pensiun pada 24 Juli 2016.
"Beliau menyampaikan surat tertutup, amplop tertutup. Saya buka isinya adalah Presiden RI mengajukan pengganti Bapak Badrodin Haiti yang segera akan pensiun," kata Ade di Jakarta, Rabu.
"Dalam surat itu, Bapak Presiden mengajukan Bapak Tito Karnavian yang sekarang menjabat Kepala BNPT dan mantan Kepala Polda Metro," kata Ade.
Tito Karnavian yang lahir di Palembang 26 Oktober 1964 merupakan penerima bintang Adhi Makayasa atau lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1987. Sejak menyandang pangkat perwira menengah Polri, Tito seperti ditasbihkan menjadi pengejar buronan polisi.
Bulan Oktober 2000, saat menjabat Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya, Tito memimpin pencarian buron kasus Badan Urusan Logistik (Bulog) Soewondo. Tito yang memimpin empat polisi itu berhasil menciduk Soewondo setelah menjadi buron selama 5 bulan.
Setahun kemudian Tito kembali mendapat tugas mengejar buron. Kali ini yang diburu adalah "Pangeran Cendana", Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang disangka terlibat penembakan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Kasus itu terjadi pada Juli 2001.
Tito ditunjuk oleh Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sofjan Jacoeb memimpin Tim Cobra yang beranggotakan 23 perwira polisi untuk memburu Tommy Soeharto. Di bawah pimpinan Tito, Tim Cobra berhasil menangkap Tommy Soeharto.
Pada 2005, Tito yang menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resort Serang mendapat tugas melacak gembong teroris Doktor Azahari. Di saat yang sama tepatnya 7 November 2005 Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ketika itu Komjen Makbul Padmanagara meminta Tito terbang ke Poso, Sulawesi Tengah, untuk melacak pelaku pembunuhan mutilasi tiga orang siswa.
Di tahun yang sama doktor lulusan Nanyang Technological University Singapura itu juga terlibat dalam menumpas gembong teroris Doktor Azahari di Malang, Jawa Timur. Atas prestasinya itu Tito diganjar dengan kenaikan pangkat dari Ajun Komisaris Besar Polisi jadi Komisaris Besar Polisi.
Tugas Tito sebagai 'sang pemburu' berlanjut saat terjadi konflik Poso pada kurun waktu 2006-2007. Tito bersama Irjen Gorries Merre, Brigjen Bekto Suprapto dan Brigjen Suryadharma sukses membongkar konflik Poso. Sejumlah orang yang terlibat dan berada di balik konflik Poso ditangkap.
Tahun 2009, Tito kembali tergabung dalam tim penumpasan jaringan terorisme pimpinan Noordin M Top. Sejak kasus Bom Bali I sampai sekarang menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tito menghabiskan waktunya di Detasemen Khusus 88 Antiteror. Sebelum menjabat Kepala BNPT, Tito menjadi Kapolda Metro Jaya.
Saat Tito menjabat Kapolda Metro itulah terjadi serangan bom di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat. Berkat kesigapan Tito dan jajarannya, teroris yang belakangan diketahui sebagai jaringan ISIS itu bisa dilumpuhkan dalam waktu 21 menit. Di bawah pengawalan Tito juga relokasi kawasan merah Kalijodo yang dilakukan Gubernur Ahok berlangsung kondusif.
Presiden Jokowi kemudian mengangkat Tito sebagai Kepala BNPT pada 16 Maret 2016. Pangkat Tito pun naik dari Inspektur Jenderal menjadi Komisaris Jenderal. Tiga bulan kemudian tepatnya hari ini, Presiden mengajukan nama Komjen Tito 'sang pemburu' sebagai calon tunggal Kapolri.