
KONFRONTASI- Menurut Koran Tempo edisi hari ini (Senin, 13/6/2016), Indonesia dalam kondisi "DARURAT KEUANGAN NEGARA". Media yang selama ini pro dan menjadi corong Pemerintahan Jokowi , dan kini sudah memberi WARNING. Sementara, koran lain yang terbit hari ini, juga senada menyoroti kondisi negara yang makin mengkhawatirkan.
Pemerintah memangkas alokasi subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016. Salah satunya, subsidi bahan bakar minyak dan elpiji kemasan 3 kilogram yang dipotong dari Rp 63,69 triliun dalam APBN 2016 menjadi Rp 40,64 triliun pada RAPBN-P 2016.
Pemerintah dinilai melanggar hukum jika menjaminkan barang milik negara (BMN) untuk mendapatkan utang luar negeri.
"UU No 1/2004 tentang pembendaharaan negara tegas mengatur BMN tidak dapat dijadikan jaminan untuk pinjaman utang luar negeri," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir di gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
Dimana, papar dia, dalam diktum pasal 49 ayat 4 UU No 1/2004 menyatakan barang milik negara/daerah dilarang diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan pemerintah pusat/daerah. Dalam ayat 5 menyatakan barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Lanjutnya, rencana pemerintah yang akan kembali mencari pinjaman keluar negeri dengan menjaminkan Barang Milik Negara (BMN) sebagai jaminan mendapatkan utang adalah cara berpikir yang keliru dan kebijakan yang berpotensi membahayakan keuangan negara.
"Seharusnya pemerintah lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan baru untuk menutup divisit anggaran berjalan untuk membiayai proyek-proyek dalam memenuhi janji politiknya kepada rakyat, bukan selalu dengan mengandalkan utang luar negeri," ungkapnya.
Menurut politisi PAN itu, negara ini sudah darurat utang luar negeri, data terakhir dari World Bank, rasio utang luar negeri Indonesia baik pemerintah maupun swasta sudah berada di angka Rp 4 Triliun.
"Keuangan negara bisa jebol jika kebijakan gali lubang tutup lubang seperti ini diteruskan, Perekonomian nasional bisa bangkut. Jadi pemerintah harus stop menggunakan mazhab utang keluar negeri untuk membiayai proyek pembangunan infrastrukturnya," jelasnya.(