
KONFRONTASI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus praktik suap dalam pembahasan dua raperda tentang reklamasi Teluk Jakarta yang tengah dibahas DPRD dan Pemprov DKI. Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan, kedapatan M Sanusi, anggota DPRD yang mengundurkan diri, menerima uang dari Agung Podomoro Land, salah satu pengembang reklamasi 17 pulau.
Dari awal penolakan reklamasi dilanjutkan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, memilih sikap berbeda. Bahkan setelah tercium kasus korupsi, dia ngotot melanjutkan proyek tersebut.
"Tetap jalan karena ada Perda-nya tahun 1995 dan ada kepresnya. Sebetulnya kalau menurut saya jalan saja, itu kan cuma ada revisi (Perda) mau masukin kewajiban tambahan yang jadi masalah kan di situ," ujar Ahok di rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Marunda, Sabtu (2/4).
Menurut Ahok, dalam perda yang akan direvisi dia mengajukan syarat lahan terbuka yang lebih besar dari para pengembang. Hal ini karena dalam aturan yang lama, pengembang hanya wajib menyerahkan 5 persen dari lahan kepada Pemprov DKI.
"Kepres 95 termasuk Perda-nya bilang, hanya atur gini, pengembang wajib berikan 5 persen wilayah dari pulau kepada DKI. Waktu saya baca itu, saya bilang enggak boleh, kenapa? Waktu enggak disebutin pun kita sudah dapat 40 persen lebih dari fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos). Kalau kamu sebut hanya 5 persen, bisa saja kalau pengembangnya pintar, mereka katakan 5 persen ini sudah termasuk fasum fasos, kan saya sudah kasih kamu 48 saya kelebihan 43 persen," ujar Ahok.
Rupanya, sikap berbeda ditunjukkan DPRD DKI. Dalam rapat gabungan pimpinan dan ketua fraksi pada 7 April lalu diputuskan mereka tak melanjutkan pembahasan raperda tentang zonasi pulau kecil dan raperda tata ruang pulau kecil.
Alasan mereka bukan karena mengakui ada kesalahan dalam proyek ini. Melainkan sebagai solodaritas karena rekan mereka M Sanusi yang menjadi tersangka.
"DPRD DKI memutuskan bahwa untuk pembahasan Raperda tentang rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil dan raperda tata ruang kawasan strategis dihentikan. Tambahan surat Rapimgab akan dikirimkan ke gubernur," kata Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (12/4).
Alasan penghentian pembahasan ini karena adanya salah satu anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI Jakarta yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, M Sanusi. Korupsi ini diduga untuk memuluskan perubahan dalam kontribusi tambahan pengembang dalam revisi Perda Nomor 8 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.
"Ada permasalahan OTT (operasi tangkap tangan) kemarin di KPK pembahasan tujuan baik ada proses hukum, kami putuskan 9 fraksi menyepakati dua Raperda dihentikan," tegasnya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana mendukung rencana penghentian pembahasan dua raperda tentang reklamasi tersebut. Walaupun memang sebelumnya ada salah satu fraksi yang sempat tidak sepakat dengan rencana penghentian pembahasan raperda ini.
"Bahwa memang ada partai fraksi yang menolak sebelumnya, bahwa DPRD menerima masyarakat pesisir pantai pulau-pulau kecil yang meminta bahwa pembahasan raperda zonasi dan tata ruang dievaluasi dan dihentikan," katanya. (Juft/merdeka)