
KONFRONTASI- Realisasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, naga-naganya bakal tersendat. Lantaran, Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) masih dalam penyempurnaan. "Untuk Amdal kereta cepat Jakarta-Bandung, memang ada sedikit kekurangan. Jadi, bisa masih sempurnakan," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tachrir Fathoni di Jakarta, Sabtu (23/1/2016).
Meski Amdal belum sepurna, lanjut Tachrir, pengerjaan proyek kereta cepat senilai Rp 78 triliun. Karena program ini termasuk program nasional. "Namun demikian, aspek lingkunan tetap diperhatikan. Makanya kita terus sempurnakan," papar Tachrir. Kata Tachrir, aspek lingkungan dalam proyek yang digarap Cina bekerjasama dengan konsorsium BUMN ini, tetap prioritas. "Jangan ada dikotomi antara pembangunan dan lingkungan. Karena, pembangunan yang meninggalkan lingkungan, itu bunuh diri. Namun, lingkungan yang tidak memperhatikan pembangunan ya kurang tepat.
''Jadi, keduanya harus bersinergi," tutur Tachrir. Terkait dengan kekhawatiran adanya alih fungsi lahan baik hutan ataupun wilayah yang bisa mengganggu pasokan air, mengurangi kualitas tanah atau akibat lainnya yang ditimbulkan, menurut Tachrir, bisa diatasi dengan penegakan hukum serta pengawasan. "Masalahnya masyarakat kita tidak seperti masyarakat jepang yang kalau ada aturan langsung dipatuhi dan dilaksanakan," papar Tachrir. Ketika ditanya, berapa waktu ideal untuk penyusunan Amdal, Tachrir enggan menjawab. Hal ini terkait dengan cepatnya investor Cina dalam penyusunan Amdal.
Sementara, anggota Tim Teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dodo Sambodo mengungkapkan, dokumen Amdal proyek kereta cepat merupakan yang paling cepat. Karena, disusunnyaa hanya butuh waktu seminggu. "Saya takut ini tidak masuk kaidah keilmuan, karena idealnya kan diuji dalam dua musim, intinya terkecuali hanya untuk kepentingan administrasi, selebihnya hasil kajian dokumen Amdal yang terburu-buru disidangkan ini secara teknis tidak memenuhi syarat," kata Dodo. Sampai saat ini, Amdal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, masih belum memenuhi kelayakan, seperti aspek kebencanaan yang belum ada serta uji kelayakan terhadap pasokan air dari wilayah yang dilalui kereta Kekhawatiran atas proyek kereta cepat juga disampaikan Anggota Komisi VI DPR Refrizal. Namun kekhawatirannya bukan soal kualitas atau keamanan kereta buatan Cina.
Namun kepada nasib proyeknya. Alasan Refrizal, belajar dari masa lalu ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan adanya proyek tol Trans Sumatera, ternyata hingga sekarang beluum terwujud. "Harusnya pemerintah konek dulu, Amdal juga belum clear. Saya khawatir, Jokowi hanya meletakkan batu pertama, batu keduanya malah mandek, seperti tol Trans Sumatera," kata Refrizal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (23/01/2016).
Selanjutnya, kader PKS ini menceritakan bagaimana menggebunya SBY untuk merealisasikan proyek tol Trans Sumatera. Namun mandek, padahal SBY sudah melakukan peletakan batu pertama. Sama halnya Presiden Jokowi yang melakukan groundbreaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada Kamis lalu (21/1/2016). "Proyek tol Trans Sumatera sepanjang 2.300 km sudah direncanakan dan dilakukan peletakan batu pertama era SBY-Jusuf Kalla. Tapi hingga kini, tidak jadi-jadi, saya khawatir proyek kereta cepat ini nasibnya sama (Trans Sumatera)," papar politisi PKS ini. Keterlibatan 4 BUMN dalam mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung senilai Rp 78 triliun, justru mengancam keuangan BUMN itu.
Tak sedang bercanda, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio bahkan menyebut, empat BUMN yang terlibat dalam proyek kereta cepat bakal menghadapi ancaman kesulitas keuangan. Peluang paling apes, bisa bangkrut. Sekedar informasi saja, empat BUMN yang terlibat dalam pengerjaan kereta cepat Jakarta-Bandung adalah PT Wijaya Karya (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero). Kekhawatiran Agus bertumpu kepada jumbonya dana proyek yang mencapai Rp 78 triliun. Ke empat BUMN tersebut, diduga tak memiliki dana sebesar itu. "Coba lihat sekarang, uang Wika (Wijaya Karya) berapa sih, ditotal-total paling hanya Rp 5,5 triliun, apalagi PT KAI.
Nah, Jasa Marga kan duitnya terbatas, karena digunakan untuk membangun jalan tol. Demikian pula PTPN VIII, hanya jual lahan saja," papar Agus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (23/01/2016). Masih kata Agus, ekuitas konsorsium BUMN yang harus disiapkan, sesuai permintaan perbankan Cina sebagai pemberi pinjaman, sebesar 25% atau Rp 19,5 triliun. Sisanya yang Rp 58,5 triliun adalah pinjaman konsorsium BUMN ke perbankan Cina dalam yuan dan dolar AS.
Sedangkan komposisi saham konsorsium keempat BUMN ini adalah PT Wijaya Karya 38%, PT Jasa Marga 12%, PTPN VIII 25% dan PT KAI 25%. "Yang namanya utang, ya tetap utang. Harus dicicil utang pokok plus bunganya. Masalahknya, jika sudah jatuh tempo, apakah BUMN itu mampu membayar. Atau jangan-jangan mengandalkan dari jual tiket, lebih kacau lagi itu," terangnya. Untuk itu, Agus mengkhawatirkan keuangan ke-empat BUMN tersebut. Kalau tak bisa melunasi utang tersebut bisa dinyatakan kolapse alias bangkrut. Atau, jangan-jangan, 4 BUMN itu malah jatuh ke tangan Cina. [ipe]