
“Suatu hari, warganya, tetangga sekampungnya minta tolong membelikan beras, gula, dan kopi. Sebagai pegawai Freeport (warga yang dimintai tolong tadi) datang ke supermarket di dalam Freeport,” ucap Rizal.
Rizal mengawali ceritanya ini di hadapan wartawan usai mengisi acara Kompasianival Indonesia Juara 2015, di Jakarta, Minggu (13/12/2015).
Setelah selesai memilih beberapa barang yang ingin dibeli, si warga tadi pergi ke kasir untuk melakukan pembayaran. “Begitu mau dibayar, duitnya itu duit Indonesia. Kotor sekali rupiahnya. Kasirnya tahu ‘Ini pasti dari orang kampung nih’. Lalu kasirnya enggak mau terima,” lanjut Rizal.
Si warga yang hendak membayar dengan alat tukar yang sah tadi, marah, lantaran rupiahnya lusuh. “Dia marah. Apa salahnya? Kita kan bayar. Masa bayar aja enggak boleh (beli di situ)?” imbuh Rizal.
Tidak hanya itu saja, si pembeli yang notebene warga sekitar area tambang itu merusak barang yang sudah dia ambil.
“Gulanya dia buka bungkusnya, dia lempar ke kasir,” kata Rizal kemudian.
Tak hanya itu saja, beras yang dibelinya pun dirusak bungkusnya. Paska insiden itu, si penjaga toko langsung menangkap si pembeli. Akibat ulahnya, si pembeli harus menanggung konsekuensi dikeluarkan dari PTFI.
“Akhirnya si ibu ini dipecat dari Freeport. Saat ini (dia) jadi dosen di Universitas Cendrawasih di Papua. Nah ini adalah contoh Freeport melakukan banyak diskriminasi dan tidak bersahabat dengan rakyat Papua yang ada di sekitarnya,” kata Rizal.
Saat dikonfirmasi mengenai cerita Rizal ini, juru bicara PTFI Riza Pratama menyatakan belum mendengar adanya diskriminasi semacam itu.
Menurut dia, saat ini PTFI malah memberikan lebih banyak kesempatan kepada putra Papua. Ada tujuh putra Papua yang menjabat sebagai Vice President di PTFI. Dia juga mengatakan, Rizal belum melihat sendiri kondisi di PTFI.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Kordinator Kemaritiman, Rizal Ramli saat ditemui di Gandaria City, Jakarta (13/12/2015).
"Sepanjang pengetahuan saya, pak Luhut tidak pernah minta apa-apa, apalagi minta saham," ujar Rizal di Gandaria City, Jakarta, Minggu (13/12/2015).
Selain itu, Rizal juga mengatakan, Luhut baik secara lisan atau tulisan termasuk pada jajaran menteri yang menolak perpanjangan kontrak Freeport.
"Secara resmi posisinya (Luhut) sama dengan Presiden Jokowi dan sama dengan saya, yaitu menolak perpanjangan Freeport," kata dia.
Kecuali, sambungnya, Freeport bersedia untuk memenuhi beberapa persyaratan. Ada lima persyaratan kata Rizal, yang harus dipenuhi Freeport sebelum memperpanjang kobtraknya di Indonesia.
Pertama, kata Rizal, Freeport harus harus mau membayar royalty lebih tinggi. Kedua, Freeport harus mau memproses pembuangan limbahnya sehingga tidak memberikan dampak buruk pada lingkungan.
Ketiga, Freeport harus melakukan divestasi saham. Keempat, Freeport harus mau membangun smelter.
Kata dia, selama ini Freeport menolak membangun smelter hingga Undang-undangnya dibuat pada tahun 2009.
Terakhir, kata Rizal Freeport harus memperhatikan kewajiban mereka tehadap masyarakat Papua di sekitarnya.
"Posisi Pak luhut, posisi Presiden Jokowi sama dengan kita. Penuhi dulu syarat-syarat ini baru ngomongin perpanjangan. Mereka yang berbeda dengan posisi ini belum dibahas, tapi sudah ngomongin perpanjangan," kata Rizal. (KCM)