Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Freeport, Republik Garong dan Perburuan Rente oleh para Elite Jakarta

$
0
0

Kasus Freeport  jelas berbau penggarongan kekayaan alam dan perburuan rente di Republik Garong Indonesia, meminjam istilah Prof Ahmad Syafii Maarif. . Kasus itu tak sebatas pencatutan nama dua petinggi republik. Bulan lalu, tepatnya 7 Oktober 2015, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyurati Chairman Freeport McMoran James Robert Moffett.

Surat bernomor 7522/13/MEM/2015 itu sempat mencuat ke permukaan, sebelum akhirnya tenggelam karena isu pencatutan.

Ada 4 poin penting di surat itu, sebagai jawaban atas permohonan perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia yang dikirim Moffett pada tanggal yang sama.

Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, menilai, surat Sudirman Said tersebut adalah substansi utama persoalan Freeport selama ini.

Dalam surat itu, dia mengatakan, Sudirman seakan menjanjikan perubahan atau penataan regulasi demi kepentingan Freeport.

"Persoalan besarnya di mana? Kenapa Anda (Menteri ESDM) mesti menjanjikan penataan regulasi yang sesuai dengan kepentingan Freeport. Itu suratnya Sudirman, 7 Oktober 2015, itu masalahnya," ujar Noorsy dalam salah satu acara diskusi di Jakarta, Minggu (22/11/2015).

Berdasarkan poin keempat surat Sudirman tersebut disampaikan bahwa persetujuan perpanjangan kontrak Freeport Indonesia akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang mineral dan batubara diimplementasikan.

Selain itu, masih dalam poin keempat, Sudirman menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia.

Namun, penyesuaian peraturan diperlukan untuk itu. Bagi Ichanuddin Noorsy, dengan surat itu, Sudirman telah melanggar sumpah jabatan sebagai menteri.

"Dia tidak patuh kepada jabatan. Kenapa? Sesungguhnya seorang menteri tak boleh menjanjikan bahwa peraturan perundang-undangan itu disesuaikan dengan kepentingan asing," kata dia.

Terkait dengan hal tersebut, masyarakat juga diminta untuk cermat melihat lebih dalam substansi kasus Freeport hingga tak hanya terpaku pada persoalan pencatutan.

Caranya, cermati timeline kasus Freeport dari 8 Juni 2015 hingga 7 Oktober 2015. Setidaknya ada 4 peristiwa penting yang menurut dia harus diperhatikan dalam rentan waktu tersebut.

Pertama, pertemuan antara Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Reza Chalid, dan Direktur Utama Freeport Indonesia Marroef Sjamsoeddin.

Kedua, adanya nota kesepahaman antara Pemerintah dan Freeport pada 25 Juli 2015. Tanggal tersebut merupakan batas masa nota kesepahaman (MOU) tahap kedua renegosiasi kontrak Freeport yang dimulai sejak 25 Januari 2015.

Ketiga, adanya surat Dirjen Mineral dan Batubara kepada Freeport pada 31 Agustus 2015. Surat bernomor 1507/30/DJB/2015 ini merupakan teguran kepada Freeport karena dinilai tidak beritikad baik dan bermaksud tidak akan menyelesaikan amandemen kontrak karya (KK). Selain itu, Freeport juga dinilai tidak taat pada Pasal 169 huruf (b) UU Nomor 4 Tahun 2009.

Peristiwa keempat, adanya surat Sudirman Said kepada Chairman Freeport McMoran, James Robert Moffett, pada 7 Oktober 2015.

Mencuatnya kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla demi mendapatkan saham Freeport dinilai hanya riak di permukaan.
 
Menurut pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, persoalan Freeport tidak hanya sebatas persoalan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said atau Ketua DPR RI Setya Novanto.

"SN (Setya Novanto) atau SS (Sudirman Said) hanya riak di permukaan," ujar Noorsy dalam acara diskusi di Jakarta, Minggu (22/11/2015).

Dia meyakini ada kekuatan lain, baik di dalam maupun luar negeri, yang sangat berkepentingan terhadap persolan Freeport di Indonesia.

Oleh karena itu, ucap dia, masyarakat perlu melihat dan menganalisis persolan Freeport secara cermat dengan sudut pandang yang luas, yakni geo-ekonomi.

Pertama, Noorsy meyakini persoalan Freeport ada sangkut pautnya dengan Amerika Serikat (AS). Sejak krisis 2008 dan tekanan manufaktur China begitu masif, AS dinilai masih punya kemampuan bertahan.

Penyebabnya, ucap dia, ialah karena AS memiliki cadangan emas yang sangat banyak meski cadangan devisanya tak begitu besar.

Lantaran emas itu, apa pun kebijakan AS masih bisa dipercaya oleh stakeholder ekonomi. Oleh karena itu, ucap dia, keberlanjutan bisnis Freeport yang juga menambang emas di Indonesia sangat kental dengan kepentingan ekonomi politik AS.

Kedua, Noorsy meyakini persoalan Freeport di Indonesia lebih dari sekadar Sudirman Said dan Setya Novanto. Apabila DPR RI ingin persoalan tersebut tuntas, Noorsy mengusulkan hak interpelasi dimunculkan kepada Sudirman karena membuat surat kepada Chairman Freeport McMoran James Robert Moffett pada 7 Oktober 2015.

Menurut dia, isi surat itu jelas menunjukkan bahwa Sudirman menjanjikan penataan atau revisi aturan demi perpanjangan kontrak Freeport.

Padahal, kata Noorsy, peraturan atau perundang-undangan tak boleh disesuaikan demi kepentingan asing. Bila itu dilakukan, dia yakin pihak-pihak yang berkepentingan akan terkuak ke permukaan.

Sementara itu, kepada Setya Novanto, Noorsy mengatakan bahwa politisi Golkar itu memang orang yang tak bisa dipercaya. Menurut dia, rekam jejak Setya Novanto selama ini bisa jadi acuannya.

Bahkan, menurut dia, terpilihnya Setya sebagai Ketua DPR RI merupakan kesalahan partai-partai Koalisi Merah Putih. (KCM)
- See more at: http://www.konfrontasi.com/content/ragam/freeport-republik-garong-dan-pe...

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles