
KONFRONTASI - Kasus Freeport tak sebatas pencatutan nama dua petinggi republik. Bulan lalu, tepatnya 7 Oktober 2015, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyurati Chairman Freeport McMoran James Robert Moffett.
Surat bernomor 7522/13/MEM/2015 itu sempat mencuat ke permukaan, sebelum akhirnya tenggelam karena isu pencatutan.
Ada 4 poin penting di surat itu, sebagai jawaban atas permohonan perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia yang dikirim Moffett pada tanggal yang sama.
Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai surat Sudirman Said tersebut adalah substansi utama persoalan Freeport selama ini.
Dalam surat itu, tutur dia, Sudirman seakan menjanjikan perubahan atau penataan regulasi demi kepentingan Freeport.
"Persoalan besarnya di mana? Kenapa anda (Menteri ESDM) mesti menjanjikan penataan regulasi yang sesuai dengan kepentingan Freeport. Itu surat nya Sudirman 7 Oktober 2015, itu masalahnya," ujar Noorsy dalam salah satu acara diskusi di Jakarta, Minggu (22/11/2015).
Berdasarkan poin keempat surat Sudirman tersebut disampaikan bahwa persetujuan perpanjangan kontrak Freeport Indonesia akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang mineral dan batubara diimplementasikan.
Selain itu, masih dalam poin keempat, Sudirman menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia.
Namun untuk itu, perlu adanya penyesuaian peraturan. Bagi Ichanuddin Noorsy, dengan surat itu, Sudirman telah melanggar sumpah jabatan sebagai menteri.
"Dia tidak patuh kepada jabatan. Kenapa? Karena sesungguhnya seorang menteri tak boleh menjanjikan bahwa peraturan perundang-undangan itu disesuaikan dengan kepentingan asing," kata dia.
Terkait dengan hal tersebut, masyakarat juga diminta untuk cermat melihat lebih dalam substansi kasus Freeport, hingga tak hanya terpaku pada persoalan pencatutan.
Caranya, cermati timeline kasus Freeport dari 8 Juni 2015 hingga 7 Oktober 2015. Setidaknya ada 4 peristiwa penting yang menurut dia harus diperhatikan dalam rentan waktu tersebut.
Pertama pertemuan antara Ketua DPR RI Setya Novanto, Pengusaha Reza Chalid, dan Direktur Utama Freeport Indonesia Ma'ruf Syamsuddin.
Kedua, adanya nota kesepahaman antara Pemerintah dan Freeport pada 25 Juli 2015. Tanggal tersebut merupakan batas masa nota kesepahaman (MOU) tahap kedua renegosiasi kontrak Freeport yang dimulai sejak 25 Januari 2015.
Ketiga, adanya surat Dirjen Mineral dan Batubara kepada Freeport pada 31 Agustus 2015. Surat dengan 1507/30/DJB/2015 merupakan teguran kepada Freeport karena dinilai tidak beritikad baik dan bermaksud tidak akan menyelesaikan amandemen Kontrak Karya (KK).
Selain itu Freeport jug dinilai tidak taat kepada UU Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 169 huruf (b). Sementara peristiwa keempat adalah adanya surat Sudrman Said kepada Chairman Freeport McMoran James Robert Moffett pada 7 Oktober 2015.(KCM)