Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

FFH: Jokowi Harus Lepas Dari Sandera. Menteri Non Parpol Lebih Dikenal Publik

$
0
0

KONFRONTASI-Joko Widodo-Jusuf Kalla (JKW-JK) harus lakukan konsolidasi. Langkah itu perlu diambil jika bercermin dari kinerja satu tahun pemerintahan. Turun gunungnya JKW dalam menyelesaikan sejumlah masalah kebangsaan belakangan ini adalah contoh kecil bahwa konsolidasi di pemerintahan ini tidak berjalan. Pola rekrumen anggota Kabinet Kerja harus diformat ulang. Ini untuk mensiasati anggota Kabinet Kerja untuk tidak memiliki agenda masing-masing.

“Dalam kurun waktu empat bulan terakhir JKW seperti harus jemput bola langsung. Seperti pada kasus Kemenpora dan PSSI, Pelindo dan Bareskrim. Idealnya, dapat selesai di tingkat kementerian terkait saja.  Tidak perlu menguras energi JKW,”kata Sekretaris Jenderal Founding Fathers House (FFH) Syahrial Nasution, di Jakarta, kemarin(8/11/2015).

Diakui Syahrial, koalisi dalam sistem presidensial jauh lebih sulit dibandingkan dengan koalisi di sistem parlementer. Ada kelemahan dalam koalisi sistem presidensial. Partai politik punya komitmen yang rendah untuk mendukung presiden. Anggota legislatif dari partai politik yang punya menteri di kabinet tidak sepenuh hati mendukung pemerintah. Keinginan partai politik untuk membubarkan koalisi lebih kuat dalam sistem presidensial.

Berkaca pada hal itu, sambung Syahrial, tidak mengherankan apabila partai politik yang mendukung dan yang ada di pemerintahan memiliki motif kepentingan masing-masing (vested interest). Contoh teranyar, tarik menarik soal jumlah kursi partai di Kabinet Kerja dan pengunaan dana desa. Belakangan, penggunaan dana desa Rp 7 T mengundang polemik publik terutama soal transparansi penggunaan anggaran. Bahkan polemik ini sudah melibatkan KPK.

“Karena itu, JKW harus belajar dari fenomena politik yang terjadi disekelilinginya. Pemilihan anggota Kabinet Kerja tidak melulu berdasarkan politik balas budi. JKW harus mengedepankan kompetensi anggota kabinet impiannya dan tentu saja tidak memiliki beban sejarah yang kelak akan menyandera. JKW sendiri. Masuknya Rizal Ramli bisa menjadi terobosan JKW untuk lepas dari motif politik tersebut”.

Dari riset nasional FFH diketahui, tingkat pengetahuan publik terhadap anggota Kabinet Kerja yang berasal dari professional atau non partai politik lebih baik ketimbang yang berasal dari partai politik. Dalam sigi itu, Susi Pujiastuti, IGN Jonan, Khofifah Indar Parawansa, Anies Baswedan, dan Rizal Ramli, masuk dalam lima besar dalam kategori pertanyaan Top of Mind .

Susi Pujiastuti dikenal publik 16.5 persen, IGN Jonan 14.1 persen, Khofifah Indar Parawansa 9.3 persen, Anies Baswedan 3 persen, Rizal Ramli 2.3 persen, Imam Nachrowi 2.3 persen, Lukman Hakim Saefuddin 0.8 persen, Pramono Anung 0.8 persen, Tjahyo Kumolo 0.8 persen, Puan Maharani 0.5 persen, lainnya 4.8 persen, dan tidak tahu/tidak jawab 61 persen.

“Posisi lima teratas ditempati menteri non partai politik. Nama mereka muncul ketika responden ditanyai dalam riset serta tanpa disertai pilihan jawaban yang disediakan kuisioner. Jadi, nama menteri yang ada di  benak dan dipikiran merekalah yang ke luar,” kata Peneliti Senior FFH Dian Permata, di Jakarta.

Dilanjutkan Dian, tingginya tingkat pengenalan publik terhadap lima menteri tersebut dalam metode Top of Mind, sedikit banyak dilatarbelakangi frekuensi kemunculan mereka di media massa yang besar. Tentu saja, frekuensi liputan media massa terhadap nama-nama menteri itu juga dipengaruhi oleh inovasi atau terobosan, kebijakan yang dikeluarkan, memiliki news value tinggi, isu kekinian, atau bisa memiliki nilai kontroversi tinggi.

Disambung Dian, untuk inovasi atau terobosan kebijakan sebagai contoh seperti kebijakan penenggelaman kapal. Atau seperti pemberian hukuman kepada maskapai penerbangan yang memiliki catatan buruk soal ketepatan dalam memberikan pelayanan. Isu kekinian seperti kasus kekerasan terhadap anak dan asap karena kebakaran hutan. Sedangkan untuk yang memiliki kontroversi tinggi seperti kritikan pedas soal mega proyek PLN 35 ribu MW atau tantangan debat terbuka diantara pejabat negara.

“Makanya tidak mengherankan apabila dalam 1.5 bulan sejak dilantik, nama Rizal Ramli cukup dikenal. Dengan istilah Rajawali Ngepret yang sering ia lontarkan membuat publik mengenalnya. Apalagi, isu yang dilontarkannya cukup sensitif dan membuat panas telinga pihak terkait”.

Kondisi ini juga berbanding lurus saat responden ditanyai perihal pengetahuan mereka terhadap posisi jabatan di Kabinet Kerja. Metoda yang digunakan juga sama dengan pertanyaan terbuka. “Seperti sebutkan nama Menteri Kelautan dan Perikanan. Tanpa ada pilihan jawaban yang disajikan FFH. Hasilnya, sebanyak 25.8 persen menjawab Susi Pujiastuti dan 74.2 persen tidak tahu/tidak jawab”.

Responden menjawab nama Menteri Perhubungan yakni IGN Jonan 10 persen, Susi Pujiastuti 0.3 persen, dan 82.7 persen tidak tahu. Responden menjawab nama Menteri Sosial yakni Khofifah Indar Parawansa 16.8 persen dan 82.2 persen tidak tahu. Responden menjawab nama Menteri Kordinator Maritim dan Sumber Daya yakni Rizal Ramli 2.3 persen, Susi Pujiastuti 0.5 persen, dan 97.3 persen tidak tahu. Responden menjawab nama Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah yakni Anies Baswedan 7.5 persen dan 92.5 persen tidak tahu.

Kontras sekali dengan menteri yang berasal dari partai politik. Sebut saja diantaranya Yasonna H Laoly, Hanya 0.8 persen reponden yang benar menjawab Menteri Hukum dan HAM adalah Kader PDI Perjuangan itu. 0.7 persen reponden menjawab Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi adalah Hanief Dhakiri. 0.3 persen reponden menjawab Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup adalah siti Nurbaya.

“Namun ada juga yang baik. Seperti Menteri Dalam Negeri. 4.5 persen responden menjawab Tjahyo Kumolo. 3 persen responden menjawab Menteri Agama adalah Lukman Hakim Saefuddin. 7 persen responden menjawab Menteri Olah Raga dan Pemuda adalah Imam Nachrowi.”

Yang menarik, sambung Dian, Ada juga nama menteri lama yang justeru diingat masih diingat responden. Seperti ketika ditanyakan siapakah nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “ Nama Dahlan Iskan muncul dan angkanya sama dengan Rini S Soemarno 0.5 persen”.

Riset ini dilaksanakan 10 September hingga 21 Oktober 2015 di 34 provinsi. Jumlah sampel 1090 responden dan sudah memiliki hak pilih atau sudah menikah. Margin of Error± 2.97 persen. Tingkat kepercayaan (level of confidence) 95 persen. Metoda Top of Mind yakni brand atau produk yang menancap pertamakali di benak atau ingatan konsumen. Metoda ini kerap digunakan pada ilmu marketing. Namun, dalam kemajuan ilmu pengetahuan, metoda ini juga kerap digunakan dalam ilmu marketing politik dan survei. (***)

 

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles