
KONFRONTASI- Polemik soal pedang emas dari Raja Salman masih alot di medsos. Istana melalui Kepala Sekretariat Presiden RI, Darmansjah Djumala menyampaikan penjelasannya soal prosedur dan ketentuan penerimaan cinderamata oleh negara lain ke pemerintah Indonesia.
Hal ini menyusul ramainya pemberian sejumlah benda bernilai mewah dari Kerajaan Arab Saudi untuk Kemenlu dan Polri, berupa pedang berlapis emas dari Arab Saudi.
Bahkan, Ibu Negara Iriana disebut juga mendapatkan perhiasan berlian hingga peralatan rumah tangga mewah dari Kerajaan Arab Saudi yang belakangan ditampik kabarnya oleh Istana.
Darmansjah menegaskan, tukar menukar cinderamata antara pemerintah Indonesia dengan negara lain merupakan hal yang situasional.
"Tergantung. (Tukar menukar cinderamata) hal yang situasional lah. Jika mereka (negara lain) memberikan duluan, kami resiprokal. Kadang-kadangn mereka meminta batik lalu kedengeran sama Presiden, dikasih souvenir sama beliau," ujar Djumala di area Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).
Namun ia memastikan bahwa Preside Joko Widodo (Jokowi) tidak mentradisikan saling bertukar cinderamata saat kunjungan kepala negara lain ke Indonesia maupun sebaliknya.
"Memang bukan tradisi, istilah saya situasional ya. Sama dong, tidak ditradisikan dengan situasional. Artinya kalau mereka kasih, ya (kami) kasih dong," katanya.
Adapun status cinderamata itu nantinya pun bisa saja menjadi barang milik negara (BMN) atau bila pemberian itu bernilai fantastis akan langsung disampikan ke KPK.
"Tergantung juga. Kalau cinderamara antar negara, itu milik negara, BMN. Tapi kalau kita nilainya lebih dari jutaan, feeling. Feeling kan, lapor. Gratifikasi. Jadi, berdasarkan nilai. Kan, ada di Undang-undang ada dipersepsikan atau patut diduga (gratifikasi)," tuturnya.
Adapun salah satu bentuk pemberian yang layak diduga sebagai gratifikasi adalah bila cinderamata yang diberikan kepada pemerintah berasal dari perusahaan negara lain, bukan dari pemerintah resminya.
Ia pun bercerita bahwa pernah ada perusahaan Rosneft asal Rusia yang memberikan cinderamata untuk pemerintah melalui PT Pertamina.
Bentuk pemberian seperti itu, lanjutnya, layak diduga berstatus sebagai bentuk gratifikasi dan wajib diserahkan ke KPK.
"Seperti saat itu saya kembalikan ke KPK dari Rosneft. Kan, latar belakang Rosneft tahulah ya kalian (media). Waktu ke situ ngapain, tahu kan? Nah, patut diduga (gratifikasi) itu. Mereka (KPK) yang menilai ada asesor. Kami laporkan, jumlahnya segini lho, karena ternyata memang gede nilainya," bebernya.
PEDANG EMAS
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi angkat bicara soal pedang emas yang diterimanya dari Kerajaan Arab Saudi dan beredar fotonya saat prosesi penyerahannya melalui media sosial.
"Pedang itu adalah lambang persahabatan dari negara Saudi Arabia dengan Indonesia. Kemudian pedang itu diberikan Kementerian Luar Negeri, bukan diberikan kepada Retno Marsudi," kata Retno di area Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).
Retno menegaskan bahwa dirinya tidak pernah berniat menyembunyikan penerimaan pedang emas tersebut oleh kementeriannya kepada media.
"Kalau misalnya ada sesuatu yang ingin saya sembunyikan, nggak usah dipotret tho. Kalau dipotret kan, ada buktinya. Setelah pedang itu diberikan, saya tutup dan diserahkan ke kantor," ucapnya.
Retno mengungkapkan penerimaan pedang itu sudah dilaporkannya ke pihak Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri.
"Karena pedang itu tidak diberikan kepada saya, kebetulan saat ini saya diberi tanggung jawab menjadi kepalanya dari Kementerian Luar Negeri. Tetapi persahabatan itu kan, bukan antara duta besar (Arab Saudi) dan Retno Marsudi. Ini adalah masalah institusi dan pedang itu ada di kantor. Sudah saya sampaikan kepada Itjen (Kemenlu)," tuturnya.
Ia pun menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Itjen Kemenlu soal bagaimana tindaklanjutnya sesuai dengan aturannya.
"Saya serahkan kepada Irjen untuk ditindaklanjuti. Apakah dicatatkan sebagai BMN (barang milik negara) dan sebagainya. Makanya, saya juga heran pada saat sudah ribut, baru tadi pagi. 'Coba-coba lihat yang kemarin kuning'. Saya sendiri tidak melihat dari sejak diberikan sampai sekarang karena itu ada di kantor. Jadi, sekali lagi bukan untuk Retno Marsudi. Itu adalah untuk institusi," bebernya.
Retno memastikan pedang emas tersebut akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghindari munculnya dugaan gratifikasi.
Adapun sebelum diketahui Kemenlu mendapatkan pedang emas tersebut, Polri juga merupakan institusi negara yang menerima cinderamata yang sama.
Polri pun telaah melaporkan soal penerimaan pedang emas tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (7/3/2017).[jat]