
KONFRONTASI- Pertamina memasuki babak baru dengan soal internal. Jumat lalu (3/2/2017), dua pucuk pimpinan PT Pertamina (Persero) dicopot dari posisinya. Mereka adalah Dwi Soetjipto sebagai dirut dan Ahmad Bambang sebagai wakil dirut. Siapa untung?
Selain perkara politik yang memanas akhir-akhir ini, publik tentunya sangat terkejut dengan adanya keputusan Menteri BUMN Rini Soemarno yang mencopot dua bos Pertamina itu. Di mana, pencopotan keduanya dilakukan melalui RUPS yang digelar di Kantor Kementerian BUMN.
Ternyata, isu perpecahan diantara kedua pucuk pimpinan itu, menjadi biang keladinya. Dua matahari ini acapkali memancarkan sinar yang sama panasnya. Akibatnya, banyak rencana besar di Pertamina yang mandek.
Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng memaparkan sejumlah perbedaan pandangan yang mengeras dari kedua petinggi ini.
Semisal, urusan penunjukkan 20 tenaga strategis, masalah kilang rusak hingga keputusan mengenai impor solar.
Akibat kerasnya dualisme di internal, kata Tanri, Pertamina acapkali terlambat dalam menetapkan suatu keputusan. "Itu barangkali ada 20 tenaga-tenaga strategis yang mestinya sudah diganti atau sudah diisi. Dan itu tidak diisi atau tidak diganti," kata Tanri.
Apa yang dibeberkan Tanri, baru masalah segelintir. Kalau mau dibeberkan, masih banyak hal-hal yang seharusnya tidak perlu terjadi. Misalnya, saat pembahasan importasi solar, wadirut seharusnya tidak masuk terlampau dalam. Karena hal itu menyangkut kebijakan strategis. "Kalau soal alokasinya memang kewenangan wadirut, tapi mengimpor adalah kewenangan dirut. Jadi, wadirut tidak bisa memutuskan impor atau tidak loh. Dia hanya minta pengalokasian, itupun sebenarnya sudah dikirim permintaannya oleh dirut," papar Tanri.
Tetapi karena dirut belum menandatangani maka wadirut bisa dialihtugaskan untuk menandatangani keputusan itu. Sebetulnya, hal ini tidak jadi masalah. Sayangnya, kedua pemangku jabatan tertinggi Pertamina itu, malah mempermasalahkannya.
"Tidak masalah sebenarnya. Pak Tjip mestinya kan tandatangani tapi dia kan keluar kota. Kok mereka ga begitu bekerja sama. Kalau misalnya saja kalau saya dirut lupa tanda tangan ya saya telpon wadirut 'eh itu saya belum teken, you laksanakan'," tutur Tanri.
Dicopotnya dua direksi Pertamina, Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang, disetujui oleh Presiden Joko Widodo. Apa pertimbangannya?
Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, pada dasarnya usulan dari dewan komisaris Pertamina melihat bahwa ada masalah kepemimpinan ditubuh Pertamina.
Untuk itu, Presiden Jokowi, sepakat bahwa keadaan ini membahayakan Pertamina. Sebab, lanjutnya, dualisme kepemimpinan itu membuat kondisi Pertamina jadi tidak stabil.
"Beliau (Presiden Jokowi) sepakat bahwa keadaan ini membahayakan Pertamina. Karena ada dua kepemimpinan membuat Pertamina tidak stabil, padahal pertamina butuh kestabilan,"tutur Rini, saat konferensi pers, di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2/2017).
- See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2357388/rini-sebut-ada-pertimbanga...
Apa yang dibeberkan Tanri, bisa jadi memang benar adanya. Hanya saja, perpecahan ini perlu dimaknai secara mendalam. Bukan tak munggkin ada dua kelompok yang tengah bertarung untuk menancapkan kekuasaannya. Ya, semua karena Pertamina adalah BUMN basah. Atau DPR biasa menyabut mata air, lantaran bergelimang duit.
Namun, suka atau tidak, kinerja Pertamina saat dipimpin kedua orang tersebut, sebetulnya cukup bagus. Di mana, Pertamina berhasil menggondol keuntungan besar serta efisien. Laba Pertamina bisa Rp 40 triliun melampaui prestasi Petronas.
"Tentunya sangat mengagetkan kita semua, kalau melihat dari sisi kinerja tentunya kita mahfum bahwa pada saat inilah kinerja Pertamina terbaik dengan mendapatkan profit hampir Rp 40 triliun hingga mampu melampuai profit dari raksasa Migas seperti Petronas," ujar Noviandri dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
Kalau alasannya dua matahari, Noviandri menyebut, komisaris sebagai pengawas harus bertanggung jawab. Dalam hal ini, solusinya adalah mencopot posisi wadirut. Tapi, nyatanya Dwi Soetjipto juga kena sasaran. Bisa saja ada skenario untuk mendepak mantan bos Semen Indonesia itu.
Adanya kekisruhan di internal Pertamina yang menyebabkan lengsernya kedua orang tersebut, kini masih menjadi pertanyaan banyak pihak. Di tengah upaya Pertamina menuju World Class Company, kejadian ini tentunya tidak elok.
Apalagi, Pertamina berambisi untuk mencaplok PGN dengan berbagai cara. Harus dikawal oleh civil society, parlemen dan kementrian BUMN agar sinergi Pertamina dan PGN tidak memunculkan perusahaan monopoli yang berpotensi menghasilkan mafia-mafia baru.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas Nasrullah Zubir mencurigai, pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina merupakan bagian skenario drama Menteri BUMN Rini Soemarno.
Pasalnya pertikaian matahari kembar antara Dirut dan Wadirut ini, bermula dari perombakan struktur Pertamina oleh Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN. Perombakan itu sengaja membentuk struktur matahari kembar dengan meletakkan Wakil Direktur Utama di bagan baru, yang semula tidak ada.
Alhasil struktur mata hari kembar itu berjalan secara efektif menimbulkan kegaduhan yang kemudian dijadikan dasar untuk menganti Dirut dan Wakil Dirut.
Dicopotnya dua direksi Pertamina, Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang, disetujui oleh Presiden Joko Widodo. Apa pertimbangannya?
Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, pada dasarnya usulan dari dewan komisaris Pertamina melihat bahwa ada masalah kepemimpinan ditubuh Pertamina.
Untuk itu, Presiden Jokowi, sepakat bahwa keadaan ini membahayakan Pertamina. Sebab, lanjutnya, dualisme kepemimpinan itu membuat kondisi Pertamina jadi tidak stabil.
"Beliau (Presiden Jokowi) sepakat bahwa keadaan ini membahayakan Pertamina. Karena ada dua kepemimpinan membuat Pertamina tidak stabil, padahal pertamina butuh kestabilan,"tutur Rini, saat konferensi pers, di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Terkait Pertamina, publik meminta perhatian yang serius dari Presiden Jokowi. Pada saat kampanye dulu, Jokowi Menjanjikan Pertamina dapat tumbuh menjadi Power House Indonesia dan akan mengalahkan Petronas. Namun sudah lebih dari 2 Tahun masa pemerintahan berjalan, belum ada tanda-tanda ke arah sana.
Ada baiknya Pertamina mempertimbangkan usulan pakar perminyakan, Iwan Ratman yakni, kalau perlu, Pertamina membuka lelang jabatan untuk direksi Pertamina, sehingga akan didapat kandidat terbaik.
Dengan demikian, kelak kandidat terpilih tidak perlu balas budi atas membayar kepada mafia yang akan menjadi beban dalam mengemban amanah rakyat sebagai Direksi. Itu kan penyakit lama," tandasnya.
Masih kata Noviandri, kinerja Pertamina saat dipimpin duet Dwi-Bambang, harus diakui bagus. "Tentunya sangat mengagetkan kita semua, kalau melihat dari sisi kinerja tentunya kita mahfum bahwa pada saat inilah kinerja Pertamina terbaik dengan mendapatkan profit hampir Rp 40 triliun hingga mampu melampuai profit dari raksasa Migas seperti Petronas," ujarnya.
FSPPB juga berharap, siapapun yang ditunjuk menjadi Dirut Pertamina nantinya, harus terbebas dari kepentingan politik pihak manapun. Terpenting lagi, Dirut tersebut harus mampu membawa Pertamina lebih baik ke depan, terutama mengatasi tantangan penyediaan BBM ke masyarakat yang semakin berat maupun sejumlah pekerjaan lainnya.
Sisi remang dari pencopotan Dua direksi Pertamina kali ini adalah adanya aroma persaingan dan pertikaian internal yang tidak sepele, serta kemungkinan adanya kepentingan mafia dan oligarki ekonomi-politik yang merambahnya.
Pencopotan itu bukanlah hal luar biasa. Namun yang perlu digarisbawahi adalah isu perpecahan dan pertarungan kepentingan mafia dan oligarki maupun kepentingan politik di baliknya. Benarkah ?
Publik berharap, siapapun yang ditunjuk menjadi Dirut Pertamina nantinya, harus terbebas dari jejarang mafia, cengkeraman oligarki dan kepentingan politik pihak manapun.
Terpenting lagi, Dirut tersebut harus mampu membawa Pertamina lebih baik ke depan sebagai perusahaan berkelas dunia, World Class Company, jangan sampai malah sebaliknya. Pertamina jadi kerdil karena menjadi lahan jarahan oknum tak bertanggung jawab. [ipe]