
JAKARTA-Ambang batas pencapresan (Presidential Threshold) disebut berdampak pada menguatnya dinasti dan oligarki politik. Hal itu dikatakan pengamat politik Ray Rangkuti.
Hal itu, menurut Ray, menghambat sirkulasi dan regenerasi kepemimpinan di Indonesia. "Adanya Presidential Threshold akan menguntungkan partai-partai besar dan dari mereka saja calon pemimpinnya dan itu-itu saja sehingga melanggengkan dinasti politik dan oligarki," ujar Ray di Jakarta.
Saat ini, lanjutnya, karakter dasar parpol di Indonesia adalah oligarkis sehingga Ketum Partai atau keluarganya serta jaringan politik dan bisnisnya berupaya melanggengkan kekuasaan di parpol. Jika demikian, sirkulasi kepemimpinan menjadi terhambat.
"Jika presidential threshold dinaikan, maka kemungkinan besar hanya ada tiga atau empat parpol saja yang bisa mencalonkan presiden. Sementara partai kecil atau menengah hanya mengikuti partai-partai tersebut," ujarnya.
Sebelumnya Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, menduga ada skenario besar di balik panasnya perdebatan ambang batas pencapresan (presidential threshold) di DPR. Pasalnya, tak semestinya parlemen membicarakan presidential threshold setelah diputuskannya pemilu serentak.
"Kelihatannya memang DPR lebih mendahulukan UU Pilpres, tapi yang hangat dibicarakan justru soal presiden threshold-nya. Padahal, menurut kita itu sudah tidak relevan karena sudah diputuskan pemilu serentak," ujarnya.
Menurutnya, partai kecil yang menolak 20 persen presidential threshold tengah berkompromi dengan partai besar untuk menurunkan ambang batas perolehan suara parlemen. Sebab, parliamentary threshold menjadi ancaman bagi partai-partai kecil.
"Ini partai menengah punya kepentingan agar parliamentary threshold jangan dinaikkan, nanti terjadi kompromi. Partai menengah menyetujui 20 persen, tapi untuk parlemennya jangan naik dari 3,5 persen," tuturnya.
Sebastian menambahkan, dengan dihilangkannya presidential threshold bukan berarti PDI Perjuangan dan Golkar ketar-ketir lantaran dapat memunculkan calon presiden dari seluruh partai peserta pemilu. "Ini perdebatan miskin, seolah-olah partai besar takut. Padahal, kekuatiran itu tidak perlu menjadi alasan bagi partai besar," tandasnya.