Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

KPK 'Petieskan' Kasus Dugaan Korupsi Reklamasi?

$
0
0

KONFRONTASI- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding `mempetieskan` kasus mega korupsi reklamasi pantai Utara Jakarta. Pasalnya, hingga saat ini lembaga anti rasuah itu tidak juga bergerak untuk membongkar tersangka lain yang diduga terlibat, yakni pimpinan Agung Sedayu dan staf khusus Ahok. KPK diminta tak berpuas diri meskipun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta sudah memvonis  Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja dan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M Sanusi.

Desakan agar KPK membongkar kembali semua yang terlibat dalam kasus korupsi mega reklamasi disampaikan Gerakan Masyarakat Pemburu Koruptor Reklamasi (GEMPAR).

“Rencananya  kami akan menggeruduk Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/12017) untul mendesak lembaga anti rasuah itu menangkap semua yang diduga terlibat seperti bos Agung Sedayu dan Staf  Khusus Ahok,” kata Koordinator GEMPAR, Yonpi Saputra dilansir Harian Terbit, Minggu (15/1/2017).

Menurutnya, aksi yang akan diikuti mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta tersebut akan menggelar aksi teatrikal "Tabuh Kentongan Agar KPK Segera Bergerak" dalam kasus korupsi reklamasi pantai Jakarta. 

Menurut Yonpi Saputra, aksi digelar karena KPK belum juga bergerak pasca Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, yang telah memvonis dua terdakwa kasus korupsi reklamasi yaitu mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M Sanusi dan Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja. Diharapkan KPK jangan puas dengan dua terdakwa tersebut sehingga harus meneruskan membongkar untuk menjerat tersangka lain. 

"Sangat disayangkan, setelah vonis tersebut sepertinya KPK sudah puas dan tidak meneruskan membongkar kasus tersebut," ujar nya.

Yonpi menuturkan, padahal Ketua KPK Agus Rahardjo pernah mengatakan kasus korupsi reklamasi merupakan kasus grand corruption yang melibatkan korporasi dan pejabat negara. Waktu itu KPK juga mencekal Bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan dan Sunny Tanuwijaya,  staf khusus Gubernur DKI Jakarta, non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Diyakini, Sanusi dan Ariesman bukanlah pemeran utama dari kasus Grand Corruption. Untuk itu KPK harus segera membongkar grand corruption reklamasi dan menyeret otak korupsinya," tegasnya. "Kami minta KPK tangkap Ahok, Aguan dan Sunny," tambahnya.

Fakta Persidangan

Dalam acara Suara Antikorupsi, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penyidik belum menemukan indikasi dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus reklamasi Pantai Jakarta. Alexander mengaku, awalnya KPK berharap kasus itu bisa berkembang di persidangan, tak sekedar suap ke Sanusi tapi juga pihak lain. 

"Tapi ternyata dari fakta-fakta persidangan, kami sudah lakukan ekspose dengan penyidik dan penuntut umum ternyata ya seperti itu. Kami kan terbuka," ungkap Alex, sapaan akrab Alexander Marwata, saat dikonfirmasi, Sabtu (19/11/2016) lalu.

Menurut Alex,  jika fakta-fakta persidangan dapat membuka pintu ke kasus lain maka pihaknya tentu akan menindaklanjutinya. Namun,  lanjut Alex, pihaknya juga harus fair kalau dari fakta persidangan kurang cukup alat bukti yang ditemukan. "Bahwa memang tidak cukup alat bukti untuk membawa seseorang itu ke persidangan atau untuk dilakukan penyidikan," tutur Alex.

Alex membantah pihaknya mendapat intervensi dalam mengusut suap yang terbongkar lewat operasi tangkap tangan itu. Alex menegaskan, dalam mengusut ini pihaknya tak mendapat intervensi dari siapa pun. KPK juga bekerja mengusut reklamasi berdasarkan alat bukti yang ditemukan. "Saya bisa pastikan itu," tandas mantan hakim Ad Hock itu.

Pernyataan Alex itu bertolak belakang saat kasus itu mencuat. Dimana KPK sedari awal sudah menyatakan kasus ini merupakan kasus korupsi kelas kakap yang menyeret sejumlah pihak, termasuk pengusaha Bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.  

Ariesman sebelumnya sudah divonis tiga tahun penjara. Sedangkan Trinanda divonis selama 2,5 tahun penjara. Keduanya terbukti bersalah menyuap Sanusi Rp 2 miliar untuk memperngaruhi pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP). Arisman dan Trianda sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Sementara Sanusi juga telah  divonis 7 tahun kurungan penjara.

Bermasalah

Para pihak yang menilai proyek reklamasi teluk Jakarta sebagai suatu hal yang legal, dianggap tidak waras. Sebab, mega proyek ini dihinggapi banyak permasalahan. Hal itu dikatakan salah satu Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu.‎

Menurut dia, setidaknya terdapat tiga masalah yang patut disoroti sehingga menjadikan proyek pulau buatan tersebut ilegal. Pertama, dari adanya suap yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemudian, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap reklamasi Pulau G.

"Putusan PTUN yang menyatakan pembangunan reklamasi bukan untuk kepentingan umum. Kemudian, adanya putusan pemerintah pusat dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Koordinator Maritim yang menyatakan adanya pelanggaran berat," paparnya di Jakarta.

Berbagai problematika itu, menurut politikus PDIP ini, seharusnya bisa menyadarkan seluruh pihak, baik itu pemerintah pusat, penegak hukum hingga masyarakat terhadap esensi proyek bernilai Rp500 triliun tersebut.

"Lantas, berangkat dari tiga persoalan ini, kalau dibilang tidak ada masalah, saya kira kewarasan kita juga perlu dipertanyakan. Pemprov masih menyatakan dan selalu bilang proyek ini tidak bermasalah. Harus kita pertanyakan lagi kewarasannya (pihak Pemprov DKI)," terang dia.

Terlebih, sambung Masinton, terkait proyek reklamasi teluk Jakarta ini tengah diusut oleh KPK, lantaran terindikasi suap. Dia berharap, lembaga antirasuah bisa menguak skandal yang mereka sebut sebagai grand corruption.

"Ini KPK sudah menyatakan grand corruption. Jangan sampai kalau berkaitan dengan Pemprov DKI, penegak hukum ini mandul," pungkasnya.

Seperti diketahui, hingga kini KPK tengah menangani kasus dugaan suap pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang reklamasi teluk Jakarta. Dalam perkembangan penanganannya, KPK menyatakan bahwa kasus ini tak hanya terkait suap antara DPRD DKI dengan PT Agung Podomoro Land.

Kemudian, mengenai putusan PTUN Jakarta yang menetapkan bahwa izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau G milik anak perusahaan Agung Podomoro, PT Muara Wisesa Samudra batal demi hukum. Dimana, dalam penerbitan izin tersebut Hakim Tunggal Adhi Budi Sulistyo melihat ada aturan hukum yang kangkangi dalam penerbitan izin tersebut.

Pembohongan

Dalam kesempatan yang sama, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menilai proyek reklamasi di teluk utara Jakarta merupakan proyek pembohongan. Hal itu lantaran, proyek tersebut dilakukan dengan mengorbankan kepentingan warga.

Tak hanya itu, Walhi sebagai lembaga yang fokus kepada persoalan lingkungan hidup menilai reklamasi tersebut telah merusak ekosistem laut.

"Arus laut menjadi terganggu, biota laut rusak, nelayan terganggu, banyak kapal nelayan kandas kalau mau ke laut," kata Mustakim Dahlan, di Jakarta,

Menurut Mustakim, isu yang dihembuskan tentang penolakan reklamasi dilakukan bukan untuk menjegal Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Isu reklamasi bukan untuk menjerat Ahok, nggak ada persoalan, isu reklamasi yg merampas hak- hak nelayan seakan akan baru sekarang. Siapapun gubernurnya reklamasi harus ditolak," kata dia.

Kerusakan Ekologi di Teluk Jakarta, tambah Mustakim, sangat besar. Hal itu terlihat dari jebolnya tanggul di utara Jakarta beberapa waktu lalu.

"Kerusakan ekologi di teluk Jakarta sudah tampak, laut diuruk, banjirnya meluas. Kemarin tanggul roboh (jebol) dianggap hanya karena musibah alam saja. Semuanya jelas, nggak abu-abu lagi," pungkasnya.(Kf/Terbit)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles