
KONFRONTASI- Pemerintah Indonesia sepakat memberikan pengelolaan tambang di Papua ke PT Freeport Indonesia pada 1975, Dalam pengelolaannya, Freeport hanya memberikan pemerintah Indonesia dalam bentuk royalti sebesar 3,75 persen.
Selama 52 tahun beroperasi, Freeport dinilai belum memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat Papua. Bahkan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan SUmber Daya Dr Rizal Ramli menuding Indonesia hanya mendapatkan limbah berbahaya dari perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Menurut dia, limbah yang dihasilkan dari proses penambangan ini dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Limbah Freeport dinilai merusak ekosistem. Namun, tidak ada tindakan tegas para penegak hukum atas tindakan Freeport tersebut.
"Freeport seenaknya, limbah dan galian yang diaduk pake mercury (senyawa kimia beracun) dibuang begitu saja ke sungai. Ikan-ikan pada mati, penduduk menderita," tegasnya di Balai Sudirman, Jakarta, Kamis (9/10).
Mantan menko perekonomian ini menegaskan perusahaan sebesar Freeport harus mampu melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang. Dia menilai Freeport tak mau keluarkan dana pengolahan limbah sehingga mereka langsung buang ke sungai.
"Enggak ada susahnya memproses limbah itu, tapi karena tamak (greedy) tidak mau bayar (mengeluarkan uang)," ungkapnya.
Sebelumnya, Rizal sudah 'mengepret' para pejabat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Menurut Rizal, mereka digaji tinggi, tapi tak mau berpikir independen.
Hal tersebut ia ungkapkan, ketika memberikan keynote speech dalam Seminar Kesiapan Bangsa dan Strategi Menghadapi Krisis Energi Nasional di seminar krisis energi yang diselenggarakan Ikatan Alumni FT- UNDIP , Djakarta Theatre, Jakarta Rabu (7/10/2015).
"Kasus ladang (migas) Blok Masela, itu cadangannya sangat besar sekali, sehingga disebut Lapangan Abadi. Kita harus pikirkan bagaimana sumber daya alam gas ini bisa bermanfaat untuk masyarakat sebesar-besarnya. Tapi pejabat-pejabat kita berhasil dibujuk oleh perusahaan asing, saya nggak mau sebut perusahaanya," kata Rizal kemarin.
Rizal mengatakan, perusahaan yang ia maksud mau membangun kilang gas alam cair (LNG) setinggi 3 kali monas di laut.
"Mau bangun floating plant apung setinggi 3 kali monas yang sangat besar. Setelah kami cek angka-angkanya ngawur, pejabat itu hanya terima mentah-mentah kajian asing tanpa kajian sendiri. Ditakut-takuti dekat Ladang Abadi ada palung dalam. Padahal sebenarnya slope itu rendah," ucapnya.
Berbeda dengan Menko Rizal, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. mantan dirut Pindad ini malah memberikan perpanjangan kontrak untuk Freeport setelah habis masa kontraknya di 2021. Kepastian tersebut diberikan usai pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2014.
Dalam beleid itu menginstruksikan keputusan perpanjangan baru akan diberikan dua tahun sebelum masa kontrak habis. Sedangkan kontrak Freeport baru habis pada 2021 mendatang. Artinya, Freeport baru bisa perpanjang di 2019 mendatang.
Klausul itu ini rencananya akan diperlonggar, sehingga memperpanjang batas waktu kontrak tambang mineral logam menjadi paling lama sepuluh tahun dan paling cepat dua tahun. Sedangkan untuk mineral nonlogam, perpanjangan kontrak paling cepat menjadi lima tahun dan paling lambat dua tahun.
Sudirman juga memuji-muji Freeport setinggi langit. Pujian tersebut dilontarkan untuk menambah kepastian investasi Freeport.
Pemerintah sendiri telah membatalkan rencana mengumumkan keputusan final konsep pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela di Maluku Selatan pada 10 Oktober 2015. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan pemerintah membutuhkan waktu tambahan selama dua bulan ke depan, untuk memberi kesempatan kepada konsultan independen mengkaji opsi terbaik pengembangan Blok Masela.
“Saya kasih waktu dua bulan karena ingin masyarakat mendapatkan informasi yang sehat dan mudah-mudahan hasil kajian konsultan itu bisa menjelaskan opsi terbaik untuk Masela,” ujar Sudirman di Jakarta, Kamis (8/10).
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengaku mendapatkan tugas dari Menteri ESDM untuk mencari konsultan-konsultan bereputasi terbaik dari dalam dan luar negeri untuk dilibatkan dalam mengkaji proyek Masela.
“SKK Migas telah menyampaikan rekomendasi atas revisi plan of development (POD) I dari Blok Masela, namun setelah itu muncul polemik. Untuk itu kami diminta untuk mencari konsultan kelas dunia, sehingga bisa memberi pertimbangan dan kalkulasi investasi jika proyek Masela dikerjakan secara off shore atau on shore,” ujar Amien.
Beberapa waktu lalu, Inpex Masela Ltd sebagai operator Blok Masela telah menyodorkan revisi atas POD Lapangan Abadi berikut pembangunan floating liquefied natural gas (FLNG) dari kapasitas 2,5 million ton per annum (MTPA) menjadi 7,5 MTPA ke SKK Migas.
Akan tetapi, di tengah pembahasan tersebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mendesak Menteri ESDM Sudirman Said untuk mengevaluasi opsi pembangunan fasilitas pengolahan LNG di darat atau Land Based LNG di pulau Aru, Maluku karena menilai investasinya lebih murah jika dibangun di darat.