Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Presiden Jokowi Tegur dan Peringatkan Panglima TNI?

$
0
0

REUTERS-  Presiden Joko Widodo menegur Panglima Militer dalam satu pertemuan pekan lalu. Sikap itu diambil menyusul langkah Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo yang secara sepihak menghentikan hubungan kerja sama keamanan dengan Australia. Menurut  Reuters, Jokowi memberikan peringatan saat pertemuan di Istana Bogor.

Hal itu disampaikan dua sumber yang ikut dalam pertemuan itu seperti dikutip Reuters dalam tulisannya berjudul Indonesia's president moves to rein in 'out of control' military chief pada Senin (9/1). Seorang pejabat senior mengatakan, Jokowi yang berasal dari luar militer langsung bergerak cepat untuk menunjukkan otoritas tertingginya sebagai panglima tertinggi. "Dengan Gatot, rasanya seperti ia sedikit di luar kontrol," ujarnya.

Sejumlah analis dan pembantu dekat Jokowi juga mengkhawatirkan gerakan Gatot Nurmantyo yang dianggap sedang meletakkan basis guna memperluas peran militer dalam urusan sipil. Gatot juga dinilai memiliki ambisi politik.

(Baca Juga: Penulis Buku Tentang SBY Sebut Jenderal Gatot Ultranasionalis)

Salah seorang pejabat mengatakan kepada Reuters, Jokowi dan sejumlah anggota pemerintahan lain tak menyangka-nyangka ketika media lokal menyebut Gatot memutuskan menangguhkan hubungan militer dengan Australia.

Menurut seorang pejabat, Jenderal Gatot tidak secara resmi diberikan teguran. Namun, Jokowi memberikan peringatan saat pertemuan di Istana Bogor. Pejabat senior pemerintah menduga, Gatot mengeksploitasi insiden dengan Australia itu untuk kepentingan ambisi politiknya. "Dia sering tampil di publik dan memberikan pernyataan belakangan ini," ujarnya.

Reuters mengaku sudah mencoba menghubungi Jenderal Gatot. Namun, pihak Panglima mengaku tak mau diwawancara. Juru bicara milier juga belum mau berkomentar soal pertemuan.

Sebelumnya, Penulis buku The Loner: President Yudhoyono's Decade of Trial and Indecision, John McBeth, menyebut bahwa Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berpaham ultranasionalis. Gatot juga dianggap memiliki ambisi untuk ikut dalam Pilpres 2019.

Hal itu disampaikan John McBeth di salah satu bagian isi tulisan opininya yang dimuat South China Morning Post, Ahad (8/1). Dalam tulisan itu, dia mengungkap judul, "How the Australian SAS Raised the Ghosts of Indonesia's Brutal Past."

Di awal kalimatnya, ia menggambarkan mengenai perselisihan Jakarta-Canberra terkait dengan pelecehan di satu konten materi pelatihan yang dianggap sensitif. Perselisihan itu, kata dia, juga menunjukkan sebagaimana dikutip sumber pemerintahan bahwa Presiden Jokowi tak tahu jika Jenderal Gatot menghentikan semua kerja sama militer dengan Australia.

Menurut dia, setelah berita penghentian tersebut beredar, Menko Polhukam Wiranto justru mengeluarkan pernyataan terburu-buru dengan menyebut hanya kerja program kelas bahasa yang dihentikan. Presiden Jokowi mencoba menenangkan ketegangan dengan mengatakan, hubungan kedua pihak masih dalam posisi baik. (Sumber : Reuters/Republika)

Sabtu, 20 Juni 2015 Mundur Itu Luhur (JUWONO SUDARSONO) Saya ingin memberi saran untuk dipertimbangkan semua peminat kepemimpinan nasional di seluruh penjuru Tanah Air.ebentar lagi, 17 Agustus 2015, bangsa Indonesia akan genap 70 tahun merdeka. Lebih dari 245 juta orang Indonesia akan merayakannya di seluruh penjuru Tanah Air. Sekarang kita sedang membangun demokrasi yang berkeadilan sosial melalui pemerintahan yang dipilih lewat Pemilu 2014. Namun, demokrasi kita masih jauh dari memuaskan sebab sistem kepartaian kita terikat kesepakatan kepada masa Orde Reformasi yang, antara lain, menetapkan bahwa partai politiklah yang menjadi tulang punggung demokrasi kita. Berdasarkan pengamatan saya, sebaiknya partai politik dipimpin orang yang berusia tak lebih dari 65 tahun menjelang 17 Agustus 2015. Mengapa? Kalau partai politik dipimpin orang-orang yang sebaya saya (70-75 tahun), berarti pemimpin partai berada di tangan "Angkatan 66", usia yang sudah uzur, usia yang sebaiknya dengan sukarela mundur dari dunia politik. Berilah kesempatan kepada generasi baru usia 45-55 tahun kepada semua partai politik agar ada penyegaran fisik dalam tubuh dan tulang punggung demokrasi kita dari Sabang sampai Merauke dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote. Benar dalam UU Partai Politik tak ada pembatasan usia, tetapi akal sehat mengatakan usia lanjut cepat atau lambat berpengaruh kepada kita semua, termasuk dalam pengambilan kebijakan publik dan kenegarawanan. Saya juga ingin menyarankan pejabat publik, seperti pejabat tinggi negara, para menteri, dan pejabat lain berusia lebih dari 65 tahun sebaiknya mempertimbangkan atau mulai siap-siap mundur setelah 17 Agustus 2015. Berilah kesempatan bagi kesinambungan kepemimpinan nasional berperan sebagai sesepuh para pemimpin menjelang Pemilu 2019. Generasi yang kini menginjak usia 35-45 tahun dan 45-55 tahun dapat mempersiapkan diri menghadapi tantangan politik Indonesia 10-15 tahun mendatang agar Generasi Emas 2015-2045 mendatang benar-benar merayakan Kemerdekaan Indonesia 100 tahun. Mundur itu luhur! JUWONO SUDARSONO, MENDIKBUD 1998- 1999

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles