
KONFRONTASI- Kondisi keuangan negara masih memprihatinkan. Membengkaknya cicilan bunga utang pemerintah, membuat anggaran untuk pembangunan mengalami kontraksi. Ada apa lagi?
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra menilai kondisi keuangan negara dalam situasi berat dan gawat. Hal ini Sutan ungkapkan setelah mendapat informasi mengenai hasil rapat Badan Anggaran DPR dengan Menteri Keuangan beberapa wakutu lalu terkait kondisi RAPBN 2017.
Pasalnya, dari proyeksi RAPBN 2017 sebesar Rp 2123 triliun, sebesar Rp 221 triliun habis terpakai untuk membayar cicilan bunga utang pemerintah.
Ironisnya, angka ini bisa melonjak hingga lebih dari Rp 500 triliun, jika hutang pokok juga jatuh tempo dan harus dicicil dalam tahun anggaran yang sama pada tahun 2017.
Jadi, seperempat APBN 2017 hanya untuk membayar hutang, sisanya untuk menutupi belanja rutin pemerintah yang makin besar. Dan, mana lagi dana untuk membangun?"
Sutan Adil Hendra, politisi Fraksi Gerindra itu menilai, kondisi gawat keuangan negara ini tidak bisa lagi diatasi dengan pemangkasan anggaran seperti sekarang, karena pada dasarnya yang dipotong itu sudah sangat kecil anggarannya.
Sehingga, untuk menutupi kondisi ini pemerintahan Jokowi terus melaksanakan pembangunan fisik dengan dana pinjaman, akibatnya pemerintah terjebak dengan permainanan negara donor.
Dan pemerintah tidak sadar menerapkan kebijakan utang jangka pendek, yang digunakan untuk investasi jangka panjang, akibatnya proyek yang dibangun belum memiliki manfaat, namun kewajiban membayar hutang sudah datang. Hal ini bisa membuat pemerintah gagal bayar utang.
Untuk menutupi kas negara yang jebol akibat pemasukan tidak sesuai harapan, pemerintah akan kembali menambah utang luar negeri.
Dalam hal ini, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritik kinerja pemerintah yang tidak mengelola penerimaan negara dengan baik, sehingga APBN menjadi rapuh. Belum lagi pemerintah memaksakan terus menggelontorkan dana untuk pembangunan proyek infrastruktur yang ambisius.
"Ujung-ujungnya buka kran utang, duitnya dari mana mau bangun infrastruktur. Ada kebijakan-kebijakan yang mengarah untuk membuka kran utang karena sempitnya ruang fiskal kita," kata Sekjen Fitra, Yenny Sucipto dalam jumpa pers bertema "Evaluasi Kinerja Anggaran 2016, Proyeksi Tata Kelola APBN 2016 dan Ekonomi Kedepan" di Jakarta (Minggu, 18/12).
Dan beberapa alokasi anggaran mengarah pada pembangunan infrastruktur dengan tidak dibarengi kinerja realisasi anggaran yang baik dari kementerian dan lembaga.
"Pada saat pemerintah mimpi membangun rencana-rencana kerja, proyek-proyek infrastruktur, justru menkeu tidak melakukan optimalisasi penerimaan negara," kata Yenny.
Sementara, kebijakan tax amnesty tidak cukup memberi kontribusi besar bagi pemasukan negara. Yenny khawatir kebijakan pemerintah yang tidak mempedulikan sisi penerimaan negara akan berakhir dengan cara berhutang.
"Tidak ada jalan lain selain utang. Harusnya kita cari solusi agar kita tiap tahun tidak gali lubang tutup lubang," jelas dia.
Celaka bahwa penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan sumber daya alam baru mencapai sebesar 33,1 persen. Ditambah lagi terdapat 60 persen perusahaan asing di Indonesia yang tidak membayar royalti.
Selain berhutang kepada lembaga keuangan dunia atau negara lain di khawatirkan nantinya pemerintah akan mengarahkan BUMN untuk ikut berhutang. Dia menyebut, empat BUMN perbankan telah menjual asetnya. Jika ini terjadi kita akan mulai menggadai apa yang ada untuk menalangi kebutuhan, padahal sekarang saja banyak BUMN kita yang sudah digadai ke pihak luar.
Mau apa lagi? Makanya, pemerintah harus segera sadar dengan mengubah kebijakan utang luar negeri. Terutama pinjaman infrastruktur yang berbunga tinggi, agar pemerintah tidak gali lubang tutup lubang sebab kalau ketagihan terus bisa gila lubang. (berbagai sumber/inilahcpm)
Kondisi keuangan negara masih memprihatinkan. Membengkaknya cicilan bunga utang pemerintah, membuat anggaran untuk pembangunan mengalami kontraksi. Ada apa lagi?
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra menilai kondisi keuangan negara dalam situasi berat dan gawat. Hal ini Sutan ungkapkan setelah mendapat informasi mengenai hasil rapat Badan Anggaran DPR dengan Menteri Keuangan beberapa wakutu lalu terkait kondisi RAPBN 2017.
Pasalnya, dari proyeksi RAPBN 2017 sebesar Rp 2123 triliun, sebesar Rp 221 triliun habis terpakai untuk membayar cicilan bunga utang pemerintah.
Ironisnya, angka ini bisa melonjak hingga lebih dari Rp 500 triliun, jika hutang pokok juga jatuh tempo dan harus dicicil dalam tahun anggaran yang sama pada tahun 2017.
Jadi, seperempat APBN 2017 hanya untuk membayar hutang, sisanya untuk menutupi belanja rutin pemerintah yang makin besar. Dan, mana lagi dana untuk membangun?"
Sutan Adil Hendra, politisi Fraksi Gerindra itu menilai, kondisi gawat keuangan negara ini tidak bisa lagi diatasi dengan pemangkasan anggaran seperti sekarang, karena pada dasarnya yang dipotong itu sudah sangat kecil anggarannya.
Sehingga, untuk menutupi kondisi ini pemerintahan Jokowi terus melaksanakan pembangunan fisik dengan dana pinjaman, akibatnya pemerintah terjebak dengan permainanan negara donor.
Dan pemerintah tidak sadar menerapkan kebijakan utang jangka pendek, yang digunakan untuk investasi jangka panjang, akibatnya proyek yang dibangun belum memiliki manfaat, namun kewajiban membayar hutang sudah datang. Hal ini bisa membuat pemerintah gagal bayar utang.
Untuk menutupi kas negara yang jebol akibat pemasukan tidak sesuai harapan, pemerintah akan kembali menambah utang luar negeri.
Dalam hal ini, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritik kinerja pemerintah yang tidak mengelola penerimaan negara dengan baik, sehingga APBN menjadi rapuh. Belum lagi pemerintah memaksakan terus menggelontorkan dana untuk pembangunan proyek infrastruktur yang ambisius.
"Ujung-ujungnya buka kran utang, duitnya dari mana mau bangun infrastruktur. Ada kebijakan-kebijakan yang mengarah untuk membuka kran utang karena sempitnya ruang fiskal kita," kata Sekjen Fitra, Yenny Sucipto dalam jumpa pers bertema "Evaluasi Kinerja Anggaran 2016, Proyeksi Tata Kelola APBN 2016 dan Ekonomi Kedepan" di Jakarta (Minggu, 18/12).
Dan beberapa alokasi anggaran mengarah pada pembangunan infrastruktur dengan tidak dibarengi kinerja realisasi anggaran yang baik dari kementerian dan lembaga.
"Pada saat pemerintah mimpi membangun rencana-rencana kerja, proyek-proyek infrastruktur, justru menkeu tidak melakukan optimalisasi penerimaan negara," kata Yenny.
Sementara, kebijakan tax amnesty tidak cukup memberi kontribusi besar bagi pemasukan negara. Yenny khawatir kebijakan pemerintah yang tidak mempedulikan sisi penerimaan negara akan berakhir dengan cara berhutang.
"Tidak ada jalan lain selain utang. Harusnya kita cari solusi agar kita tiap tahun tidak gali lubang tutup lubang," jelas dia.
Celaka bahwa penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan sumber daya alam baru mencapai sebesar 33,1 persen. Ditambah lagi terdapat 60 persen perusahaan asing di Indonesia yang tidak membayar royalti.
Selain berhutang kepada lembaga keuangan dunia atau negara lain di khawatirkan nantinya pemerintah akan mengarahkan BUMN untuk ikut berhutang. Dia menyebut, empat BUMN perbankan telah menjual asetnya. Jika ini terjadi kita akan mulai menggadai apa yang ada untuk menalangi kebutuhan, padahal sekarang saja banyak BUMN kita yang sudah digadai ke pihak luar.
Mau apa lagi? Makanya, pemerintah harus segera sadar dengan mengubah kebijakan utang luar negeri. Terutama pinjaman infrastruktur yang berbunga tinggi, agar pemerintah tidak gali lubang tutup lubang sebab kalau ketagihan terus bisa gila lubang. (berbagai sumber)
- See more at: http://nasional.inilah.com/read/detail/2347141/keuangan-negara-makin-ber...