Quantcast
Channel: PT Pelabuhan Indonesia Pelindo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Tekanan dan Bahaya Komunisme dan Kapitalisme Cina di Indonesia

$
0
0

KONFRONTASI- Langkah pemerintah untuk membebaskan visa kepada warga negara Cina (China) masuk ke Indonesia bakal menimbulkan masalah baru. Pasalnya, Indonesia bakal kebanjiran pekerja asal Cina (China)

Hal tersebut disampaikan pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra melalui akun Twitternya,  @Yusrilihza_Mhd, Jumat (15/7/2016).

“Pemerintah RI membebaskan visa kepada banyak negara dengan alasan untuk meningkatkan arus wisatawan. Negara2 yang tergolong miskin dan cenderung meninggalkan negaranya karena alasan politik dan ekonomi jg diberi bebas visa,” cuit Yusril.

Calon gubernur DKI Jakarta 2017 itu menambahkan, negara-negara Afrika dan Asia Selatan, China, Myanmar dan sejumlah negara lain diberi bebas visa, tanpa perhitungkan dampak sosial dan politiknya bagi Indonesia.

Menurut Yusril, kebijakan itu dimanfaatkan para imigran gelap yang datang menggunakan fasilitas bebas visa. Hal itu tentu saja akan memusingkan pemerintah Indonesia.

“Kesalahan kita yg lain juga menyetuujui masuknya pekerja China sebagai bagian dati syarat investasi dan pinjaman pemerintah kpd China,” tambah Yusril.

Syarat seperti itu, kata dia, harusnya ditolak karena Indonesia akan dibanjiri pekerja China yang merampas kesempatan kerja rakyat Indonesia.

“Pekerja China yg konon akan datang sampai 10 juta itu jelas tdk mudah untuk dikontrol. Sebagian besar mrk pasti takkan kembali ke China,” imbuh Yusril.

Ditambahkan Yusril, kedatangan pekerja asing yang begitu besar dapat menimbulkan persoalan sosial, politik, ekonomi dan keamanan dalam negeri.

Yusril meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan membolehkan datangnya pekerja asal China ini demi kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.

“Kepentingan nasional dan kepentingan rakyat kita sendiri adalah di atas segala kepentingan yg lain,” tandas Yusril.

Imam Besar Front Pembela Islam , Habib Rizieq mengingatkan akan bahaya komunis yang menurutnya telah mengancam bangsa Indonesia. Kecenderungan pemerintah bekerjasama dengan negara China , membuat Negara basis partai komunis tersebut semakin leluasa untuk menyebarkan paham komunisnya ke Indonesia.

Pendapat senada si sampaikan oleh purnawirawan TNI. Jenderal Kivlan Zein, Bahkan analisa beliau Partai Komunis ini  sudah membentuk jaringan dari tingkat pusat hingga daerah, mereka menyusup melalui partai politik serta melalui berbagai organisasi masyarakat.

Lewat akun twitter Habib Rizieq menyampaikan bahaya komunis yang bisa mengancam bangsa  ini, Beliau mengambil contoh beberapa negara yang bekerja sama dengan RRC akhirnya tunduk dengan kebijkan-kebijakan Negara komunis tersebut. Bahkan Tibet  akhirnya merelakan negaranya  menjadi bagian dari RRC

@syihabrizieq

  1. RRC kirim Tentara sebagai pekerja di TIBET, lalu menguasainya dan menjadikannya sebagai bagian Negara RRC. #BahayaChinaKomunis
  2. RRC pengaruhi ANGOLA untuk Larang Islam dengan dalih tidak sesuai adat istiadat disana. #BahayaChinaKomunis
  3. RRC hapuskan utang ZIMBABWE dengan kompensasi mata uang China YUAN jadi mata uang resmi ZIMBABWE. #BahayaChinaKomunis
  4. RRC beri UTANG BESAR utk Indonesia dg kompensasi : A. Proyek Vital di Indonesia utk RRC. B. Kontraktor Utama semua proyek harus izin RRC
  5. Matrial Utama proyek spt Tiang Pancang dikirim dr RRC, namun disalahgunakan MAFIA RRC utk selundupkan NARKOBA di dlm Tiang Pancang.
  6. Pekerja Proyek minimal 30% hrs warga RRC. E. Mayoritas Buruh RRC yg dikirim ke Indonesia berperawakan militer. #BahayaChinaKomunis

JOKOWI DAN CHINA

Presiden Joko Widodo ingin menjadikan Indonesia sebagai boneka negara Cina, di mana semua kebijakan pemerintah, hingga buruh kasar pun didatangkan dari Cina.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Muslim Arbi kepada intelijen (29/06). “Jokowi mau jadikan Indonesia sebagai boneka Cina,” tegas Muslim Arbi.

Menurut Muslim, Indonesia akan dijadikan boneka Cina, karena Cina menginginkan RI jadi sekutu dalam menghadapi Amarika Serikat dan Inggris. “Semua bantuan yang nilai triliunan rupiah dikucurkan Cina ke Indonesia agar nantinya Indonesia menjadi sekutu dalam menghadapi AS dan Inggris,” papar Muslim.

Kata Muslim, kucuran dana yang sangat besar dari Cina menjadi awal skenario ‘penguasaan’ Cina di Indonesia. “Nantinya mirip seperti Hong Kong saja, Indonesia bagian dari negara Cina. Lihat saja orang-orang Cina sangat mudah masuk ke Indonesia, padahal mereka buruh kasar. Ada ekspansi besar-besaran orang-orang China ke Indonesia. Mereka akan menguasai dari hulu sampai hilir. Rakyat Indonesia akan terusir,” jelas Muslim.

Selain itu, Muslim mengingatkan, konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan Cina bisa mennyeret Indonesia. “Mau tak mau ketika bantuan Cina ke Indonesia, maka Indonesia akan terlibat dalam konflik di kawasan Laut Cina Selatan. Makanya tidak berlebihan China akan membuat pangkalan militer di Indonesia,” papar Muslim.

Secara khusus, Muslim juga mengingatkan ancaman bahaya penyebaran komunis dari Cina. “Cina juga akan menyebarkan ideologi komunis ke Indonesia sebagai konsekuensi kerja sama kedua negara. Ideologi komunis Cina akan mudah menyebar di Indonesia. Memang ada yang membantah, sistem ekonomi RI sudah kapitalis sehingga komunis tidak laku. Tapi perlu diingat, ekspansi ideologi itu tidak akan pernah mati,” pungkas Muslim.

A. RRC kirim Tentara sebagai pekerja di TIBET, lalu menguasainya dan menjadikannya sebagai bagian Negara RRC.
 
B. RRC pengaruhi ANGOLA untuk Larang Islam dengan dalih tidak sesuai adat istiadat disana.
 
C. RRC hapuskan utang ZIMBABWE dengan kompensasi mata uang China YUAN jadi mata uang resmi ZIMBABWE.
 
D. RRC beri UTANG BESAR untuk Indonesia dengan kompensasi :
 
1. Proyek Vital di Indonesia untuk RRC.
 
2. Kontraktor Utama semua proyek harus izin RRC.
 
3. Matrial Utama proyek seperti Tiang Pancang Reklamasi mesti dikirim dari RRC, yang kemudian disalahgunakan MAFIA RRC untuk menyelundupkan NARKOBA jenis HEROIN dan SABU-SABU di dalam rongga Tiang Pancang.
 
4. Para Buruh Pekerja Proyek minimal 30% harus warga RRC.
 
5. Mayoritas Buruh RRC yang dikirim ke Indonesia berbadan tegap dan berperawakan militer.
 
6. Warga RRC di Indonesia diberi HAK MILIK untuk rumah tinggal mau pun perkebunan.
 
7. Warga RRC dipermudah jadi WNI melalui system online keimigrasian.
 
8. Proyek Tower Apartemen di lokasi Reklamasi Pantai Jakarta yang mampu tampung 25 hingga 50 juta orang, diiklankan dan dijual di RRC dan TAIWAN serta SINGAPURA, sehingga habis terjual dibeli CHINA WNA.
 
9. Penghapusan syarat pribumi untuk Presiden di Indonesia dalam UUD 1945, diubah hanya dengan syarat WNI, agar peranakan CHINA agen RRC bisa jadi Presiden.
 
10. CHINA peranakan di Indonesia harus didukung jadi Kepala Daerah bahkan Kepala Negara dengan dalih PANCASILA dan BHINNEKA TUNGGAL IKA.
 
11. Sejarah Pengkhianatan PKI dihapus dari Kurikulum Pendidikan Nasional Indonesia karena ada keterlibatan RRC, bahkan Presiden pernah ngotot mau minta maaf kepada PKI, walau akhirnya dibatalkan karena perlawanan keras Umat Islam."
 
12. Dibangun Monumen LASKAR CHINA di TMII Jakarta untuk memberi kesan bahwa CHINA berjasa dalam perjuangan kemerdekaan. Padahal, Laskar China Indonesia yang dulu disebut POH AN TUI adalah PENGKHIANAT.
 
13. Distorsi sejarah dengan membuat cerita BOHONG bahwa Islam di Indonesia datang dari CHINA dan bahwa Wali Songo adalah keturunan CHINA.
 
14. Kerjasama resmi Pemerintah Indonesia dengan PARTAI KOMUNIS CHINA (PKC), sehingga banyak Kader Partai Rezim Penguasa dikirim dan dididik di Markas Besar PKC di Beijing.
 
15. Presiden Jokowi sudah menyerukan agar mata uang China YUAN dijadikan patok ukur nilai rupiah.
 
KESIMPULAN
 
RRC sudah menjajah Ekonomi NKRI melalui tangan Sembilan Naganya, hanya tinggal satu langkah lagi RRC akan menguasai Teritorial NKRI dan menjadikannya sebagai bagian dari Negara Komunis RRC.

______________________________

PANDANGAN MARSEKAL PURN GINANDJAR KARTASASMITA

Dalam perjalanan di pesawat Garuda, saya  (Ginandjar K) melihat-lihat majalah The Economist terbitan 23 April 2016. Ada sebuah artikel yang menarik saya mengenai hubungan Myanmar-Tiongkok.

Dalam artikel itu dibahas betapa hubungan Myanmar dengan Tiongkok, dua negara yang berbatasan dan terkait dalam tali-temali sejarah yang panjang, belakangan ini memasuki fase baru. Hal itu terkait proses demokratisasi di Myanmar dengan kemenangan NLD yang dipimpin Aung San Suu Kyi di pemilu lalu.

Tapi, yang utamanya menarik bagi saya, hubungan ekonomi kedua negara yang erat dalam masa pemerintahan para jenderal di Myanmar itu ditandai makin kuatnya peran Tiongkok dalam ekonomi Myanmar. Curahan investasi proyek-proyek infrastruktur skala besar telah menimbulkan “kemarahan” yang dalam di kalangan masyarakat. Ditulis di situ betapa investasi Tiongkok yang datang dengan puluhan ribu tenaga kerja telah membangkitkan kerisauan rakyat Myanmar, bahwa negaranya akan berubah jadi sebuah provinsi Tiongkok.

Para jenderal pun mulai menyadari dukungan ekonomi Tiongkok itu makin merupakan liability (beban). Maka, pada 2012, Presiden Myanmar Jenderal Thein Sein mendadak membatalkan proyek dam besar Myitsone di hulu Sungai Irrawaddy. Beberapa proyek besar lainnya juga dibatalkan, antara lain tambang tembaga dan proyek kereta api yang menghubungkan Provinsi Yunan di Tiongkok ke Teluk Bengal.

Saya tidak terlalu memikirkan tulisan itu sampai beberapa hari lalu, sewaktu mencuat masalah tenaga kerja Tiongkok melakukan pengeboran tanah di lokasi TNI AU di Halim Perdana Kusuma, Jakarta, yang mendapat tanggapan keras masyarakat.

Otomatis pikiran saya menghubungkan keduanya. Rupanya ada pola yang sama dalam praktik kerja sama ekonomi Tiongkok di Myanmar dan Indonesia. Sebelumnya juga kita mendengar betapa besar kehadiran Tiongkok di sejumlah negara Afrika, dan bersama proyek-proyek infrastrukturnya datang pula puluhan ribu tenaga kerjanya, bahkan karena situasi di sana tak aman disertai dengan aparat militernya.

Saya tergugah menulis opini ini karena mengalami sendiri masalah tenaga kerja Tiongkok ini. Kurang lebih 30 tahun lalu, dalam sebuah proyek di Banten, datang ratusan pekerja Tiongkok. Sebagian besar mereka adalah pekerja konstruksi bangunan, bahkan ada juru masaknya. Kami, pemerintah waktu itu, memulangkan pekerja-pekerja itu dan meminta investor memakai tenaga-tenaga Indonesia untuk pekerjaan yang dapat kita lakukan sendiri.

Belakangan ini proyek-proyek Tiongkok makin banyak di Indonesia. Saya kira itu tak masalah.Tapi, setelah pensiun, saya juga tak tahu apakah pola yang terjadi di Myanmar, di Afrika, dan yang coba diterapkan di Indonesia 30 tahun itu masih berjalan dalam masa pasca reformasi sekarang.

Berita belakangan ini menunjukkan bahwa pola itu masih berjalan, bahkan mungkin cukup intens. Kalau saja tidak tertangkap basah oleh petugas keamanan TNI AU, mungkin tidak pernah ada orang yang tahu atau yang tahu tetapi tidak peduli.

Menggelisahkan

Dalam kasus ini sekurang-kurangnya ada tiga hal yang menggelisahkan. Pertama, tenaga kerja Tiongkok melakukan pekerjaan yang sangat sederhana, pengeboran tanah untuk mengambil cuplikan. Untuk pekerjaan tersebut kita pasti mampu.

Dengan proyek kereta api cepat, ada tanda-tanda akan datangnya ribuan pekerja asing, yang akan melakukan pekerjaan yang sudah bisa kita kerjakan sendiri. Seharusnya proyek-proyek pembangunan, siapa pun investornya dan dari mana pun dananya, diwajibkan menggunakan tenaga kerja sendiri. Pihak investor cukup mendatangkan penyelia bila ahli-ahli di Indonesia tak ada atau masih kurang.

Investor-investor besar dari dunia Barat, termasuk Jepang, tidak pernah mengirim tenaga-tenaga dengan keterampilan rendahan karena biayanya memang lebih mahal. Sementara Tiongkok, karena mereka kebanyakan penduduk dan ongkos buruh rendah, proyek-proyek itu datang disertai tenaga kerja.

Sungguh ironis manakala kita masih mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri (TKI), di Indonesia lapangan kerja kita justru diisi orang lain. Dari angka resmi tenaga kerja Tiongkok pada 2015 tercatat sekitar 12.800 orang atau 23 persen dari total tenaga kerja asing. Ini jumlah tertinggi tenaga kerja asing, jauh dibandingkan Korea dan Jepang. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah angka tak resmi atau yang datang tidak secara sah diperkirakan berlipat kali. Angka di atas kelihatannya hanya puncak dari gunung es yang jauh lebih besar.

Kedua, masalah keamanan. Bagi negara mana pun kedaulatan dan keselamatan negara adalah kepentingan nomor satu. Tak masuk akal bahwa orang asing boleh melakukan kegiatan di wilayah militer; di negara mana pun tak mungkin. Di Tiongkok pun mereka tak akan membolehkan hal itu.

Tidak masuk akal mereka tidak tahu kegiatan itu berlangsung di wilayah militer karena ada pemandu orang-orang Indonesia; orang Indonesia mana yang tidak tahu Halim adalah wilayah angkatan udara.

Seseorang tidak perlu dianggap xenophobia dan penganut teori konspirasi jika punya kecurigaan adanya motif lain di belakang kejadian itu. Apalagi jika dilihat betapa agresifnya Tiongkok memasuki wilayah-wilayah di Laut Tiongkok Selatan yang juga didaku oleh negara-negara ASEAN. Mereka mengirim armada dan membangun pangkalan di pulau-pulau yang masih dalam sengketa. Saya kira kita bisa membaca sikap Tiongkok yang agresif itu dengan gerakan Presiden Xi Jinping yang kembali kepada ideologi politik komunis garis keras, yang juga diberitakan dalam majalah The Economist edisi yang sama.

Dalam sejarahnya, Tiongkok memang sangat ekspansif dan agresif. Tentu saja ini sesuatu yang wajar bagi negara yang demikian besar dan dengan sejarah peradaban yang panjang. Kita juga telah mengalami serangan Tiongkok yang mencoba menempatkan wilayah kita dalam hegemoni dan menjadi vassal-nya. Saya ingat belajar sejarah, pada abad XIII, Kublai Khan mengirim 20.000 hingga 30.000 anggota pasukan lautnya untuk menaklukkan Singosari. Tapi usaha itu dapat digagalkan oleh Raden Wijaya, yang kemudian menjadi pendiri Kerajaan Majapahit. Seperti kata Bung Karno, jangan sekali-sekali melupakan sejarah.

Ketiga, siapa yang bertanggung jawab? Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas kejadian itu. Yang sungguh menyedihkan adalah respons dari pejabat yang mensponsori proyek kereta api cepat ini. Tanggapan pertama yang kita dengar adalah telah terjadi kesalahpahaman, bukan kesalahan. Tidak ada sama sekali pengakuan bahwa telah terjadi kesalahan besar dalam dua hal di atas, yaitu didatangkannya orang-orang asing melakukan pekerjaan sederhana dan, kedua, melakukan kegiatan di wilayah militer.

Saya menulis artikel ini tak lain untuk mengingatkan kita semua, terutama mereka yang sedang memikul amanah mengurus bangsa ini, agar lebih peka, lebih peduli, dan lebih punya rasa tanggung jawab.

GINANDJAR KARTASASMITA
MANTAN MENKO EKONOMI

(berbagai sumber/ Kompas cetak (12 Mei 2016)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1533

Trending Articles